Masalah penyalahgunaan narkoba memang menjadi permasalahan serius bagi bangsa Indonesia. Pemerintah yang berusaha melindungi rakyat dari efek samping obat-obatan terlarang tersebut, berusaha untuk melakukan berbagai hal untuk menangkal penyebarannya.
Dalam beberapa kasus, sikap pemerintah yang terlalu protektif terhadap masalah narkotika ini justru membuat pemerintah seolah menjadi represif dan cenderung untuk memerangi setiap hal yang berbau narkoba, baik pengedar maupun penggunanya. Hal yang amat berbahaya dan dikhawatirkan adalah ketika pengguna narkoba yang notabene adalah korban, justru mendapat perlakuan yang sama dengan pengedar narkoba.
Oleh karena itu, pada hari Jumat, 25 Juni 2021 lalu, Suara Kebebasan menyelenggarakan kembali webinar Forum Kebebasan. Topik yang diangkat dalam diskusi kali ini adalah mengenai Pentingnya Rehabilitasi Bagi Para Pecandu Narkoba. Menjadi pembicara dalam diskusi ini adalah dokter spesialis kedokteran jiwa, dr. Satti Raja Sitanggang, Sp. KJ.
Secara garis besar, Suara Kebebasan memandang para pecandu narkoba adalah korban yang harus tetap diberikan perhatian penuh sebagai manusia utuh. Para pecandu narkoba kerap mengalami diskriminasi dan juga cap buruk dari masyarakat sebagai manusia tak bermoral dan tak memiliki masa depan yang cerah. Merangkul dan membina para pecandu narkoba adalah satu-satunya jalan yang tepat ketimbang melakukan penghakiman sosial atau mengancam para pecandu dengan penjara atau hukuman.
Dalam membuka uraiannya, dr. Satti menjelaskan bahwa narkoba merupakan kesatuan obat-obatan terlarang seperti narkotika, psikotropika dan tiap zat adiktif yang dilarang oleh pemerintah karena memiliki efek yang buruk bagi tubuh dan juga jiwa orang yang terikat atau kecanduan olehnya. Masalah narkoba, bukanlah permasalahan yang sepele, sebab efek yang diakibatkan oleh barang ilegal tersebut bisa sedemikian parah sehingga di kemudian hari akan merusak kesehatan fisik dan juga mental pemakainya.
Menurut data yang dipaparkan oleh oleh dr. Satti, sebanyak 4.143.380 orang laki-laki dan 391.364 perempuan mengatakan pernah menggunakan narkoba. Jumlah ini cukup mengejutkan melihat mereka yang telah terpengaruh oleh obat-obatan ini didominasi oleh kalangan anak muda. Bahaya narkoba bagi pengguna obat-obatan terlarang ini sangat banyak, salah satunya rentan terkena penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B, gangguan jiwa, PMS, gangguan otak, hingga cacat fisik.
Walaupun di dunia medis narkotika juga digunakan sebagai obat, seperti pereda nyeri, membuat pasien tenang, dan keuntungan lainnya, namun para dokter sepakat untuk menggunakan obat-obatan ini secara hati-hati. Hal ini karena obat-obatan tersebut dapat membuat ketergantungan dan jika dosis yang diterima pasien terlalu tinggi, maka efeknya akan merugikan pasien.
Pemateri menjelaskan faktor-faktor mengapa orang menggunakan narkoba. Menurut dr. Satti, dari segi psikologi, orang-orang yang merasa depresi, stress, dan mendapat tekanan mental yang hebat akan cenderung menggunakan narkoba sebagai pelarian sehingga mereka terjebak oleh pemakaian obat-obatan tersebut dan tak bisa lepas darinya.
Untuk menangani masalah pencandu narkoba ini, dr. Satti menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pasien. Menurutnya pemenjaraan dan penahanan tidak bisa memulihkan korban narkotika.
Pemateri menekankan bahwa pecandu narkoba memerlukan pemulihan yang manusiawi. Dengan rehabilitasi, para pecandu narkoba akan dibimbing secara mental, fisik, dan spiritual. Mengembalikan kepercayaan diri nya, dan membantunya untuk berkomunikasi kembali dengan sesama.
Memasukan pengguna narkoba ke dalam sel tahanan menurut dr. Satti tidak terbukti efektif untuk membuat pecandu narkoba berhenti mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian bahwa sebagian besar para pecandu yang ditahan dalam penjara justru tidak merasa kapok dan cenderung akan mengkonsumsi kembali.
Jalan yang paling tepat adalah mendudukkan pecandu narkoba sebagai pasien yang sakit, sehingga mereka harus diperlakukan secara manusiawi dan menggunakan metode yang baik agar ketergantungan mereka terhadap narkotika hilang.
Setelah dr. Satti menguraikan materinya, sesi tanya jawab dibuka dan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh audiens dijawab secara ringkas oleh dr. Satti. Pertanyaan pertama yang diajukan oleh penanya, apakah cara-cara rehabilitasi dengan pola kemiliteran efektif untuk membantu menyembuhkan pecandu narkoba?
Menurut dr. Satti hal tersebut tergantung orangnya, sebab untuk mencegah kecanduan, cara-cara represif tidak akan efektif sebab pendekatan tersebut bersifat menekan mental pengguna narkoba. Menurut dr. Satti, pendekatan dialog dan juga persuasif lebih tepat digunakan, sebab dengan pola komunikasi dan terapi psikis, masalah dasar pecandu narkoba bisa diatasi.
Pertanyaan selanjutnya, audiens bertanya mengenai metode rehabilitasi di suatu pesantren dengan cara mengguyur dengan air dingin para pecandu narkoba yang sedang sakau, apakah cara tersebut efektif?
Menurut dr. Satti, cara mengguyur atau merendam orang yang sakau adalah pola tradisional yang belakangan dianggap kurang efektif dilakukan. Meskipun metode pelatihan spiritual cukup tepat digunakan, namun cara mengguyur orang yang tengah sakau justru dapat membahayakan pecandu narkoba.
Di sini, dr. Satti menganjurkan agar para terapis tidak menggunakan cara-cara fisik yang dapat membuat pasien merasa tersakiti atau menganggap dirinya tengah tersiksa. Pertanyaan berikutnya mengenai ganja dan pemakaian ganja untuk menghilangkan depresi?
Hal yang penting ketika menjawab pertanyaan ini, dr. Satti menegaskan bahwa meskipun ganja bukan salah satu jenis narkotika yang dapat membuat orang sakau, namuan ketergantungan dan penyalahgunaan ganja justru membahayakan. Pemateri juga mengatakan bahwa tidak tepat jika ganja digunakan untuk menghilangkan stress, ganja bukan obat penenang dan pereda stress. Justru gangguan mental dan perubahan perilaku akibat ganja termasuk salah satu hal yang membahayakan orang-orang.
Dalam dunia medis, penggunaan obat-obatan seperti morfin, ganja dan mariyuana memang dibenarkan. Namun, para dokter secara bijak berusaha untuk sebisa mungkin menangani pasien (khususnya dengan keluhan psikis) dengan cara-cara pendekatan emosional tanpa membuat si pasien ketergantungan pada obat-obatan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa para psikiater dan psikolog menganjurkan agar para pecandu narkoba direhabilitasi untuk menghilangkan ketergantungannya dan menghilangkan beban psikisnya.
Cara-cara represif seperti menahan pecandu narkoba dirasa tidak tepat dan terbukti tidak efektif. Metode persuasif yang menekankan pada komunikasi merupakan model yang tepat untuk menyembuhkan pecandu narkoba dari pengaruh obat-obatan tersebut.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com