Cerita Forum Kebebasan Tentang Sulitkah Berinvestasi di Indonesia?

297

Terbukanya sebuah negara terhadap investasi asing adalah hal yang tidak terelakkan seiring dengan tuntutan globalisasi ekonomi dan pasar terbuka yang ada. Adanya kebebasan ekonomi, termasuk lewat investasi dan bisnis, juga memberikan dampak lahirnya kesejahteraan terhadap sebuah negara.

Begitu juga Indonesia, sebagai negara yang terbuka terhadap investasi asing, Indonesia mendorong mekanisme penguatan investasi sebagai salah satu instrumen nasionalnya. Namun, hal tersebut tidak lepas dari berbagai tantangan, seperti dalam hal perizinan, pungutan liar, upah kerja, kepastian hukum, dan lain sebagainya.

Lantas, apakah kebijakan dan ekosistem di Indonesia cukup ramah dan kondusif untuk investasi asing? Bagaimana dampak investasi asing di Indonesia selama ini? Apa saja tantangan dan kesempatan investasi di Indonesia? Bagaimana strategi menciptakan investasi yang dapat memberikan dampak positif untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan?

Untuk membahas mengenai hal tersebut, Suara Kebebasan telah menyelenggarakan diskusi webinar Forum Kebebasan pada Jumat, (24/3/2023), yang mengangkat topik  “Sulitkah Berinvestasi di Indonesia?” Menjadi pembicara dalam diskusi ini adalah Ninasapti Triaswati, Ekonom dan Dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.

***

Indonesia adalah tanah yang kaya raya dan subur. Sumber daya alam yang melimpah dan juga tenaga manusia yang besar adalah potensi emas untuk kemajuan negara. Melihat potensi emas itu, harusnya Indonesia sudah menjadi negara makmur, namun kenyataannya, masalah ekonomi masih saja menjadi topik utama di negara kita.

Munculnya pengangguran, inflasi, kelangkaan dan hingga korupsi anggaran yang menjadi sorotan publik baru-baru ini. Yang perlu dicatat, sumber daya alami bukanlah alur utama untuk kemakmuran negara, tetapi bagaimana manusia yang mengelola, memproduksinya, dan mendistribusikan menjadi sebuah produk yang bisa diperjualbelikan.

Karena itulah, libertarian mementingkan pola swasta atau ekonomi yang digerakkan oleh rakyat sebagai prinsip utama. Salah satunya juga terkait dengan kemudahan usaha dan investasi di Indonesia. Iklim investasi itulah yang sekarang menjadi masalah. Ninasapti membuka pembicaraannya terkait hambatan ini. Ninasapati membuka diskusi dengan tren pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang cukup baik. Namun, komponen investasi masih tergolong rendah, sehingga hal ini masih menjadi masalah bagi Indonesia.

Menurut data yang dibawakan Ninasapti, konsumsi rumah tangga atau daya beli, dan ekspor komoditas mulai meningkat dewasa ini. Tetapi, investasi yang masuk justru sangat kecil.

Justru, industri yang paling tinggi nilai tambahnya dan berpotensi tinggi investasi adalah pertambangan dan mineral. Namun, Ninasapti mengatakan bahwa hal ini belum cukup. Harus ada industri-industri lain yang perlu dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Lalu pertanyaan besarnya, apakah benar iklim investasi di Indonesia sulit untuk dimasuki oleh investor? Pertanyaan ini memang perlu kajian mendalam, namun dari data-data BPS, investasi di Indonesia masih sangat kecil meskipun kita memiliki sektor-sektor ekonomi yang sebenarnya ‘seksi’ bagi para investor.

Oleh karena itu, menurut Ninasapti, Pemerintah harus membenahi regulasi untuk kemudahan investasi dan bisnis. Ninasapti sendiri mengatakan bahwa pemerintah saat ini tengah berusaha melakukan lobi ke berbagai pihak untuk meyakinkan investor datang ke Indonesia.

Pemerintah Jokowi juga telah melakukan terobosan seperti pengesahan UU Ciptakerja dan memberi fasilitas bagi mereka yang ingin menginvestasikan uangnya di Ibu Kota Nasional (IKN). Namun, menurut Ninasapti, kebijakan dan regulasi baru itu sendiri memerlukan waktu untuk mencapai hasil yang memuaskan, serta tidak bisa mendatangkan hasil secara instan.

Selain itu, pemerintah juga harus mempromosikan dan membenahi sektor-sektor lain agar memudahkan investor masuk, seperti pertanian dan transportasi. Hal ini penting mengingat kedua sektor ini sangat besar peranannya bagi masyarakat dan tentu saja akan menguntungkan bagi para investor.

***

Dalam sesi tanya jawab, beberapa peserta bertanya pada narasumber. Pertanyaan pertama terkait Tesla yang tidak jadi masuk ke Indonesia, malah ke Malaysia. Ninasapti menjawab bahwa memang masih terjadi diskusi antara pihak Tesla dan Indonesia. Tesla sendiri adalah perusahaan mobil listrik yang tentu saja membutuhkan bahan semikonduktor untuk bahan bakunya. Negara yang sudah mantap dalam industri semikonduktor adalah Malaysia, sedangkan Indonesia menawarkan bahan mentah yaitu nikel, yang mana nikel menjadi salah satu bahan baku paling penting bagi baterai mobil listrik.

Ninasapti melihat konsep industri di Indonesia masih belum memiliki arah yang jelas. Apakah Tesla adalah satu-satunya cara untuk industrialisasi nikel atau apakah pemerintah memiliki skema lain jika Tesla tak jadi masuk? Inilah yang harus dipertanyakan.

Pertanyaan kedua, mengapa sering terjadi miskomunikasi antara kebijakan investasi di hulu dan hilirnya? Sistem perizinan online satu pintu (Online Single Submission) ternyata sering tidak sesuai implementasinya di daerah. Bukankah Pemerintah Pusat harusnya punya kewenangan untuk menertibkan hal ini lebih lanjut dibandingkan Pemerintah Daerah dalam menanggapi miskomunikasi ini? Ninasapti mengatakan bahwa hal ini sama saja dengan adanya kesenjangan antara teori dan praktik.

Pemerintah telah membuat sebuah kebijakan yang bagus dan ramah Investasi, namun di Indonesia kendala yang sering terjadi adalah komitmen dan keseriusan para pemangku kebijakan dan birokrasi dalam mengimplementasikannya.

Pertanyaan berikutnya adalah mengenai masalah penegakan hukum. Apakah hal ini menjadi pertimbangan investor? Ninasapti menitikberatkan pada kebijakan safe guard yang menjadi payung hukum terutama dalam melaksanakan investasi. Setiap pengusaha pasti akan memperkirakan keamanan dan jaminan bisnisnya ketika ingin menanamkan modalnya di satu negara

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menciptakan sistem hukum dan perundangan-undangan yang konsisten. Kadang masalah yang sering terjadi adalah inkonsistensi perundang-undangan. Misalkan di rezim saat ini, investor menjadi tujuan utama, dan bisa saja kedepannya rezim yang baru mengubah kebijakannya menjadi lebih populis dan mengabaikan para investor.

Jadi yang terpenting bagi Ninasapti, Indonesia harus memiliki regulasi dan birokrasi yang baik. Jaminan hukum yang pasti dan kebijakan yang konsisten penting untuk menarik minat para investor. Terlepas dari itu, membaca pola perdagangan global di negara maju juga menjadi penting