Cerita Diskusi IG Live Series “Liberty Talks” Tentang ‘Human Action’

303

Menarik apabila melihat perilaku  individu dalam membuat keputusan, praksiologi, pada kasus ekonomi. Hal ini disebutkan oleh Mises dalam magnum opusnya, yaitu “Human Action: A Treatise on Economics”. Mises menyatakan bahwa dalam ekonomi orang bertindak karena mereka tidak pernah sepenuhnya puas dengan keadaan mereka dan terus menerus membuat langkah untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi mereka.

Lantas, bagaimanakah pandangan tersebut, khususnya terkait kebebasan individu dipahami dalam konteks ekonomi? Dan, mengapa praksiologi penting untuk memahami cara kerja pasar? Berikut cerita Liberty Talks IG Live Series Suara Kebebasan, Jumat, 28 Januari 2022, dengan topik “Human Action”. Diskusi ini menghadirkan Direktur Eksekutif Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial, Nanang Sunandar.

Sebelum masuk dalam ulasan tersebut, Nanang Sunandar, mencoba mengajak untuk memahami sejarah pemikiran Ludwig Von Mises.  Mises adalah motor penggerak  isu mazhab Austria. Human action secara harfiah disebut sebagai tindakan manusia. Namun, seperti apakah yang dimaksud dengan tindakan manusia menurut Ludwig von Mises? Nanang membuka paparannya dalam sesi IG Live Series “Liberty Talks” Suara Kebebasan tersebut.

Pemikiran Mises melihat manusia dalam aspek antropologis atau filsafat. Gagasan Mises mengkaji aspek yang sangat mendasar dari manusia, di mana Mises melihat aspek manusia  sebagai subjek yang berkesadaran. Apa artinya? Manusia adalah subjek yang rasional, subjek yang melakukan evaluasi, dan menilai dirinya. Akhirnya, proses evaluasi tentang kondisi sekitarnya lantas melahirkan penilaian, tentang  hal yang baik atau buruk, dan banyak hal lainnya.

Lalu, aspek action-nya itu apa? Pada dasarnya perilaku manusia secara umum, yaitu melakukan perbuatan secara sadar dan melakukan secara tidak sadar. Sekali lagi, dalam konteks Mises, tindakan yang dimaksud di sini adalah perilaku yang berasal dari suatu kesadaran dan penilaian manusia.

Pada dimensi ekonomi, Mises melihat,  perilaku yang berasal dari kesadaran rasional untuk membawa pada kondisi yang lebih baik. Gambarannya dijelaskan Nanang sebagai berikut, bahwa manusia berada pada kondisi memiliki hambatan-hambatan dan punya harapan yang lebih baik. Tindakan manusia rasional adalah tindakan yang bertujuan mengangkat taraf kualitas dirinya dalam kondisi yang lebih baik. Inilah yang menjadi sudut pandang dari ekonomi Mises.

Mises bicara sifat subyektif dari nilai dari pengetahuan yang waktu itu gandrung dengan positivisme dan objektivisme akan segala hal. Mises ingin mengatakan ekonomi tidak bekerja dengan cara demikian. Ekonomi adalah interaksi manusia, yang digerakkan karena kesadarannya. Mises sampai pada kesimpulan yang dimaksud dengan value atau economic value adalah sesuatu yang subjektif sifatnya. Hal itu karena setiap orang memiliki kondisi-kondisi, keadaan, dan latar belakang berbeda, baik secara geografis maupun informasi. Hal ini pulalah yang membuat tiap value memiliki penilaian yang berbeda-beda.

Selanjutnya, terkait pasar, Mises melihat pasar sebagai sebuah proses ruang interaksi para pelaku ekonomi, di mana setiap orang berproses menjadi penjual, pembeli, pemasok, pemproduksi, dan lainnya. Mises menekankan proses interaksi di antara para pelaku ekonomi tersebutlah yang menjelaskan bagaimana harga terbentuk.

Contohnya adalah uang, jika dihitung menggunakan objektivisme dan posistivisme maka nilai uang dihitung dari biaya produksi tinta, kertas, pekerja dan seterusnya. Apakah nilai uang berasal dari itu semua? Jawabannya, tidak. Namun, jika dilihat dari prosesnya, nilai ditentukan oleh para pelaku pasar, bukan oleh otoritas manapun. Uang, dalam kasus ini, tidak dinilai karena nilai intrinsiknya, melainkan uang memiliki nilai pelaku ekonomi memberikan value secara random, abstrak, serta secara bersama terhadap suatu barang.

Uang bekerja dan bagaimana pelaku pasar melakukan proses valuasinya juga bisa dilihat di Zimbabwe. Otoritas membuat uang dengan nominal berapa pun, maka nilainya rontok. Venezula juga mengalami hal serupa. Kasus ini menunjukkan bahwa otoritas tidak menentukan, tapi para pelaku pasar secara bersama-sama memberikan valuasi terhadap nilai suatu barang.

Oleh karena itu, terkait subyektivitas pengetahuan nilai, proses pasar bekerja, dan harga, sesungguhnya menyadarkan bahwa tidak ada hal yang obyektif. Aspek ekonomi tidak bisa saklek, misalnya terkait dengan tenaga manusia. Hal ini bisa ditarik implikasinya bahwa otoritas bisa mematok upah berapa pun, tetapi jika dilihat dari sudut pandang buruh tentu memiliki pandangan sendiri, begitu pula pandangan pemberi kerja.

Ketika berbicara pasar, khususnya terkait dengan supply and demand, ada jutaan tenaga kerja setiap tahunnya. Sementara, tidak ada lapangan kerja yang cukup untuk menyerap tenaga kerja tersebut. Maka, harga tenaga kerja bergerak menekan ke bawah. Apakah hal ini cukup untuk menjelaskan kondisi pasar? Tentu saja tidak, karena banyak aspek yang perlu dianalisis. Misalnya, proses upgrading tenaga kerja dan lapangan kerja itu sendiri agar memberikan memberikan lebih banyak lapangan kerja. Akhirnya, pada kasus tenaga kerja, interaksi pasar akan melihat banyak partisipan pasar. Interaksi tersebut menjelaskan apa yang menjadi keinginan pemerintah, buruh, dan pengusaha, serta pelaku lainnya. Hal ini juga menunjukkan betapa rumitnya proses yang terjadi dalam pasar.

Nanang menjelaskan contoh bagaimana setiap orang dalam bekerja pasti ingin mendapat upah dengan jumlah tertentu. Faktanya, pemberi kerja belum tentu memiliki kemampuan sebanding. Maka, muncul proses negosiasi antara kedua pihak untuk menentukan kesepakatan jumlah upah.  Negosiasi itu adalah proses rasional bahwa setiap orang ingin berada pada kondisi terbaik, walaupun secara ideal ada yang lebih dari itu. Tapi, itu adalah pilihan yang rasional.

Kasus di atas menjelaskan bahwa, seperti yang di ngkapkan Mises, setiap manusia memiliki banyak pilihan dan ketika melakukan suatu yang konkret, pada dasarnya itu adalah proses terbaik yang diambil. Dari sisi pasar, hal ini juga menjelaskan bahwa pasar mengafirmasi kapasitas dan kapabilitas. Lebih jauh, pasar menjelaskan bahwa setiap orang tidak ada yang setara. Selain itu, setiap tempat memiliki demografi yang berbeda, sehingga terbentuknya value juga berbeda. Oleh karena itu, pasar mengajarkan bagaimana manusia mengakui kelemahan setiap orang, sehingga memerlukan distribusi kerja. Pasar adalah di mana setiap orang bisa mengaplikasikan kepentingannya secara damai. Jika tidak melalui pasar, maka melalui perang. Dalam hal ini, pasar adalah ruang yang lebih mengutamakan perdamaian.

Pada akhir diskusi, Nanang menekankan bahwa gagasan Mises lahir tidak lepas dari pengalaman hidupnya. Mises hidup dalam dunia totalitarianisme dan perang. Ia melihat keputusan-keputusan diambil secara totaliter oleh penguasa. Keputusan dengan dalih ekonomi bangsa hingga nasionalisme ekonomi yang dilakukan dengan pemaksaan terhadap masyarakat. Nasionalisme ekonomi yang dibangun dengan narasi peningkatan ekonomi nasional termasuk memobilisasi masa tanpa memberikan pilihan bebas terhadap dirinya termasuk kerja paksa. Oleh karena itu, muncullah gagasan Mises untuk mengkritisi hal tersebut.

Mises membayangkan sebuah dunia yang damai dan lewat kerja sama sosial di mana orang dengan talentanya masiang-masing saling bertukar peran secara damai dan saling bernegosiasi untuk memenuhi kepentingannya  dalam memenuhi harkat dan martabatnya sebagai manusia.

 

*****