Serangkaian tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai. Salah satu topik yang menarik jelang Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 adalah tentang potret bagaimana peran dan partisipasi bermakna anak muda yang memiliki persentase yang cukup besar sebagai pemilih dalam perhelatan politik tahun depan, yaitu sekitar 54% menurut data Biro Pusat Statistik (BPS).
Menanggapi hal itu, Suara Kebebasan, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), serta Centre for Peace, Conflict, and Democracy (CPCD) Universitas Hasanuddin berkolaborasi untuk menyelenggarakan acara Ruang Publik #17 Spesial Kolaborasi, dengan tema “Unpacking Persepsi dan Partisipasi Politik Anak Muda Jelang Pemilu 2024”. Acara ini diselenggarakan melalui platform Zoom dan dengan media partner Tribun Timur, pada hari Jum’at, (27/1). Ruang Publik sendiri merupakan program rutin LSKP. Hadir sebagai narasumber pada acara ini adalah Denny Siallagan, Tenaga Ahli Komisioner KPU RI yang mewakili Komisioner KPU RI August Mellaz, Dr. Gustiana Kambo (Departemen Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin), dan Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D. (The Indonesian Institute).
Berbicara sebagai pemateri pertama, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute dan Chief Editor Suara Kebebasan, Adinda menjelaskan bahwa TII telah melakukan tiga angket sejak tahun 2022, untuk memetakan persepsi politik anak muda jelang Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024 mendatang. Semua laporan angket ini dapat diakses dalam laman resmi TI secara gratis. Adinda menjelaskan temuan angket terakhir TII pada bulan Desember 2022, tentang 84% responden yang mengatakan akan menggunakan pilihannya di pemilu mendatang. Meskipun demikian, dengan banyaknya nama-nama calon presiden yang berseliweran, masih adanya responden yang belum menentukan pilihan. Selain itu, para responden angket memberi jawaban beragam atas pertanyaan soal calon presiden potensial yang akan mereka pilih dan dianggap mampu menangani beberapa isu kebijakan yang muncul dari para responden di angket awal, seperti persoalan lapangan kerja, penanggulangan korupsi, dan peningkatan kualitas pendidikan. Data menunjukkan, beberapa nama, seperti Ganjar Pranowo, Prabowo, dan Ridwan Kamil menduduki peringkat teratas terkait isu-isu tersebut.
Beberapa hal penting digarisbawahi oleh Adinda dalam presentasinya adalah, yaitu : Pertama, anak muda masih membutuhkan akses informasi terkait pemilu. Kedua, berkaitan dengan partisipasi politik yang bermakna, Adinda mendorong agar parpol menggalakkan pendidikan politik. Ketiga, mendorong para kandidat dan memperhatikan anak muda dan membicarakan lebih banyak isu tentang persoalan bangsa. Keempat, pentingnya kolaborasi antara penyelenggara pemilu dengan organisasi masyarakat sipil, serta seluruh elemen lainnya untuk menyukseskan hajatan demokrasi kelak.
Selanjutnya, menginjak ke pembicara kedua, yaitu Denny Siallagan dari KPU RI. Denny menjelaskan dengan mengutip beberapa survei yang berkembang tentang bagaimana perspektif anak muda isu soal partai yang akan dipilih hingga isu apa saja yang menjadi perhatian anak muda seperti ekonomi dan kesejahteraan. Denny juga merujuk dari temuan beberapa lembaga terkait riset dan survei tentang persepsi anak muda tersebut.
Denny menjelaskan bahwa anak muda merupakan aspek yang penting. Oleh karena itu, KPU memiliki beberapa program untuk meningkatkan partisipasi pemuda, seperti melalui pemilu inklusif, sosialisasi dan pendidikan pemilihan, centre of knowlede, dan pemantau pemilu. Denny juga membahas tentang program relawan pemilu yang akan diinisiasi oleh KPU RI. Hal ini sangat penting bagi anak muda harus memiliki wawasan politik karena kondisi bahwa generasi muda dominan secara persentase, mampu menyebarkan nilai-nilai, melek teknologi, dan kemampuan mengolah informasi.
Selanjutnya, pembicara terakhir adalah Dr. Gustiana Kambo dari Universitas Hasanuddin. Gustiana memulai dengan menggambarkan partisipasi politik sebagai segala bentuk keikutsertaan warga negara biasa secara individual atau kolektif, terorganisir atau spontan. Selain itu, ia menggambarkan dari literatur imu politik tentang bagaimana partisipasi politik memiliki tiga hal: apatis, spektator, dan gladiator. Berpijak dari itu, Gustiana menekankan tentang pentingnya untuk memastikan proses pemilu yang mampu mengakomodasi gagasan di atas, terutama untuk meningkatkan kesadaran anak muda dan membentuk karakter anak muda dalam berpartisipasi. Hal ini penting dilakukan secara selaras dengan pendidikan politik. Misalnya, terkait dengan penyelenggara pemilu dalam melakukan beragam kebijakan agar dapat memastikan proses pemilu bisa berjalan dengan baik dan tercipta partisipasi politik yang bermakna, termasuk partisipasi politik anak muda.
Memasuk sesi tanya Jawab, penanya pertama, Ahmad Hidayah, peneliti politik dari TII, menyampaikan bahwa ada kondisi partisipasi politik yang perlu dikritik dan membuat banyak anak muda merasa pesimis dan frustrasi. Kemudian penanya kedua, Wahyu Wibowo dari Sibolga, yang menanyakan tentang aspek gender dan upaya untuk meningkatkan partisipasi anak muda.
Gustiana menjawab pertanyaan tentang bagaimana seharusnya para penyelenggara pemilu dalam menyelenggarakan aktivitas untuk membangun kesadaran dan menjaga kualitas demokrasi. Selain itu, Adinda menanggapi beberapa pertanyaa dengan menyampaikan bahwa sejarah gender adalah keniscayaan peradaban yang sudah ada, bahkan di budaya Bugis-Makassar yang cukup progresif dalam mengakui beragam gender, termasuk kiprah perempuan, bahkan sebaga pemimpin kerajaan maupun pemimpin perang. Adinda juga menekankan pentingnya kompetensi dan keterbukaan untuk berpartisipasi seluas-luasnya dalam beragam bidang kehidupan bagi siapapun. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapapun, termasuk dalam bidang politik.
Sebagai penutup, Gustiana mengatakan pentingnya anak muda untuk optimis dan tidak frustrasi terhadap politik, serta meningkatkan kesadaran mereka akan politik dan aktivisme. Sementara, Adinda menekankan kembali pentingnya pendidikan politik untuk anak muda, serta bersuara dan berpartisipasi dalam demokrasi. Ia juga mengapresiasi kolaborasi spesial yang sudah dilakukan denga para mitra dan berharap untuk kolaborasi lainnya di masa mendatang. Rekaman kegiatan ini juga dapat diakses di https://youtu.be/LouTslsp9jg.

Galang Taufani adalah Managing Editor di Suara Kebebasan. Galang adalah lulusan program Sarjana Hukum (2013) dan Magister Hukum (2016) di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Sebelum bergabung di Suara Kebebasan, Galang pernah bekerja sebagai wartawan, peneliti, dan dosen sejak tahun 2013. Galang menulis banyak karya berupa buku, jurnal, dan artikel ilmiah. Bidang yang digeluti olehnya, yaitu adalah bidang Hukum, Kebijakan Publik, Pajak, Filsafat, dan Sastra.