Bagi organisasi non-profit, fundraising merupakan salah satu hal yang paling penting. Tanpa adanya fundraising, tentu mustahil organisasi tersebut bisa menjalankan program-program yang telah dibuatnya.
Akan tetapi, fundraising bukanlah sesuatu yang mudah. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh berbagai organisasi non-profit dalam melakukan hal tesebut. Tidak sedikit organisasi yang gagal dalam melakukan hal tersebut, yang tentu akan berakibat fatal bagi kelangsungan berjalannya organisasi.
Untuk itu, lembaga think tank Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), yang merupakan salah satu mitra dari Suara Kebebasan, menyelenggarakan pelatihan training untuk fundraising bagi organisasi non-profit, pada hari Senin, 9 Maret 2020. Yang menjadi pembicara dari training ini adalah salah satu Wakil Presiden Atlas Network, Tom Palmer, dan presiden dari organisasi libertarian asal Amerika Serikat, Foundation for Economic Educations, Lawrence Reed.
Palmer, di bagian awal presentasinya, mengatakan bahawa hal yang paling penting untuk dilakukan agar fundraising berhasil adalah menunjukkan sikap hormat kepada calon donatur. Kita harus mempelajari dulu pribadi dari donatur tersebut, serta aktivitas yang mereka lakukan.
Misalnya, bila calon donatur yang kita prospek adalah seorang pengusaha, kita sebaiknya mempelajari bisnis yang mereka jalankan. Karena melalui hal tersebut, kita menunjukkan sikap hormat dan dapat membangun hubungan personal, bukan hanya menginginkan uang dari calon donatur tersebut.
Sesi training tersebut juga diikuti diskusi kelompok, dimana peserta yang berasal dari berbagai organisasi saling bertukar pikiran tentang pengalaman dan tantangan yang mereka alami ketika melakukan fundraising. Tantangan yang muncul diantaranya adalah proses menyusun proposal hingga apabila proposal fundraising yang diajukan ditolak oleh calon donatur. Selain itu, permasalahan lain yang sering muncul adalah ketika hasil dari program yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan target yang dicantumkan di dalam proposal.
Lawrence Reed mengatakan bahwa, ketrampilan fundraising merupakan sesuatu yang harus selalu diasah, dan pastinya akan menghadapi banyak tantangan. Dalam menyusun proposal misalnya, salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kita dapat memberi penjelasan mengenai program yang akan kita jalankan, serta apa tujuan dan target konkret dari program tersebur.
Selain itu, ketika mengajukan proposal kepada calon donatur, kita juga harus bisa meunjukkan keunikan kita daripada organisasi lain. Karena, bukan tidak mungkin bahwa program yang kita jalankan juga dimiliki oleh organisasi lainnya, yang juga ingin mendapatkan donatur yang sama. Kita dalam hal ini harus mampu untuk menunjukkan bahwa organisasi kita berbeda daripada yang lain dan bahwa kita mampu untuk menjalankan program yang kita tawarkan.
Penolakan dari calon donatur terhadap proposal yang kita ajukan tentu juga merupakan kemungkinan yang bisa terjadi, dan bahkan banyak terjadi. Tom Palmer dalam hal ini memberi masukan bahwa, meskipun proposal kita ditolak, jangan sampai kita pergi dengan tangan kosong.
Setidaknya harus ada manfaat yang kita dapatkan ketika kita mengajukan proposal tersebut. Misalnya adalah, ketika proposal kita ditolak, kita bisa bertanya dan meminta kontak orang-orang atau kolega dari calon donatur tersebut yang memiliki gagasan sesuai dengan yang kita miliki, dan berpotensi bisa menjadi donatur untuk program yang akan kita jalankan.
Selain itu, salah satu kemungkinan lain yang juga bisa terjadi adalah, ketika program yang kita jalankan tidak sesuai atau sejalan dengan proposal yang diajukan. Misalnya, kita ingin membuat program workshop dengan 50 peserta. Akan tetapi, yang hadir ternyata hanya 30 orang.
Sehubungan dengan hal tersebut, Tom Palmer mengatakan bahwa hal itu merupakan kemungkinan yang bisa saja terjadi. Hal yang harus dilakukan setelahnya adalah bersikap jujur kepada donatur yang sudah memberikan uang untuk program yang kita jalankan, dan kalau bisa menawarkan untuk mengembalikan sisa dana yang tidak terpakai. Palmer mengatakan bahwa, berdasarkan pengalamannya, hampir semua donatur pasti akan mengerti dan memahami.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga privasi dari para donatur. Direktur Eksekutif CIPS, Rainer Heufers, mengatakan bahwa, ada beberapa donatur yang tidak ingin dibuka namanya dan kita harus menghormati keinginan dari donatur tersebut.
Akan tetapi, bila ada donatur yang memperbolehkan namanya untuk dicantumkan, hal ini merupakan aset yang sangat besar dan harus dimanfaatkan. Kita bisa mencantumkan daftar nama donatur yang sudah sepakat untuk mendanai di dalam proposal program yang kita ajukan. Dengan demikian, proposal tersebut akan lebih mudah dipercaya oleh orang lain, terutama bila donatur yang dicantumkan merupakan seseorang yang sangat dikenal publik dan memiliki pengaruh yang besar.
Fundraising merupakan kegiatan yang tidak akan pernah bisa dipisahkan dari organisasi non-profit. Untuk itu, acara seperti pelatihan ini merupakan sesuatu yang sangat penting, terutama bagi mereka yang terlibat aktif di dalam organisasi non-profit. Bila ada calon donatur yang menolak proposal program yang kita ajukan, jangan langsung patah semangat, dan kita harus terus mencoba mencari di tempat lain agar program yang sudah kita susun dapat berjalan dengan baik, yang tentunya akan semakin membesarkan nama organisasi yang kita jalankan.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.