Kebebasan individu merupakan salah satu konsep paling sentral dalam wacana gagasan libertarianisme. Libertarianisme merupakan gagasan yang meletakkan otonomi tertinggi pada ranah individual. Tetapi gagasan mengenai kebebasan individu juga bukan tampa kritik, khususnya di negara-negara dunia ketiga. Tidak sedikit pihak yang berpandangan bahwa gagasan kebebasan individu merupakan gagasan yang kebarat-baratan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran.
Lantas, apakah pandangan tersebut merupakan sesuatu yang tepat? Apakah kebebasan individu merupkan gagasan yang hanya cocok diterapkan di negara Barat? Dan mengapa juga libertarianisme menganggap bahwa kebebasan individu merupakan hal yang sangat krusial dan penting untuk dijaga?
Untuk itu, pada hari Kamis, 23 Desember 2021 lalu, Suara Kebebasan membahas hal tersebut dalam Liberty Talks Live yang berjudul “Kebebasan Individu 101”. Diskusi ini akan menghadirkan Editor in-Chief Suara Kebebasan, Adinda Tenriangke Muchtar.
Di bagian awal presentasinya, Adinda memaparkan mengenai berbagai kesalahpahaman yang kerap terjadi terkait dengan gagasan kebebasan. Salah satu dari dari berbagai kesalahpahaman tersebut adalah sebagian pihak kerap menyamakan gagasan kebebasan dengan keliaran atau kebebasan tanpa batas.
Hal ini tentu merupakan pandangan yang sangat keliru. Gagasan kebebasan individu, dipaparkan oleh Adinda, tentu ada batas yang sangat jelas, yakni kebebasan dan hak orang lain. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak sekehendaknya, selama tidak melanggar hak dan kebebasan orang lain. Hal ini pula yang disampaikan oleh berbagai tokoh liberalisme klasik, seperti John Locke, dalam karya-karyanya juga memaparkan bahwa kebebasan merupakan sesuatu yang harus dibatasi dan batasnya adalah hak orang lain.
Selain itu, kesalahpahaman lain yang kerap muncul dalam diskursus kebebasan individu, yang merupakan salah satu pilar terpenting dari libertarianisme, adalah bahwa kebebasan individu merupakan gagasan yang menekankan sikap anti solidaritas. Hal ini tentu merupakan pemahaman kebebasan individu yang keliru, dan mengakui bahwa individu merupakan unit yang otonom bukan berarti sama dengan kita harus hidup sendiri-sendiri dan tidak memedulikan orang lain.
Namun, kritik dan kesalahpahaman terkait dengan gagasan kebebasan individu bukan hanya itu. Kritik lain yang kerap muncul, terutama di negara-negara Asia dan juga negara-negara non-Barat lainnya adalah, gagasan kebebasan individu merupakan gagasan yang berasal dari Barat sehingga tidak cocok bila diterapkan di negara-negara non-Barat, seperti negara-negara di wilayah Asia.
Hal ini merupakan pandangan yang kerap disampaikan oleh berbagai pemimpin politik negara-negara Asia, seperti Bapak Pendiri Singapura, Lee Kuan Yew, dan juga Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad. Mereka berpandangan bahwa negara-negara Asia misalnya, memiliki kultur dan budayanya sendiri, yang dikenal dengan istilah Asian Values, yang dianggap kontras dengan nilai-nilai Barat yang cenderung individualistis.
Menanggapi kritik tersebut, Adinda memaparkan bahwa, konteks merupakan hal yang sangat penting, tetapi ketika kita membicarakan mengenai nilai atau values, kita sering meminggirkan individu manusianya itu sendiri. Selain itu, Adinda juga memaparkan bahwa, pandangan kebebasan merupakan gagasan yang hanya datang dari Barat adalah sesuatu yang sangat keliru.
Di China misalnya, ada konsep mengenai diri. Selain itu, perlawanan terhadap kolektivisme dan juga pemerintahan tirani misalnya, juga bukan merupakan hal yang hanya terjadi di negara-negara Barat, tetapi juga terjadi di banyak negara-negara non-Barat, teramsuk juga negara-negara Asia.
Adinda juga memaparkan mengenai pengaruh gagasan kebebasan terhadap dunia kita modern sekarang. Bagi banyak pihak, terutama mereka yang tinggal di negara-negara yang cenderung demokratis dan menganut sistem ekonomi pasar, banyak pihak yang menganggap kebebasan merupakan sesuatu yang taken for granted.
Hal ini tentu merupakan pandangan yang tidak tepat dan juga cenderung berbahaya. Gagasan kebebasan individu, baik itu dalam ranah politik maupun ekonomi, bukanlah sesuatu yang taken for granted dan harus tetap diperjuangkan. Adinda memaparkan kita tidak boleh lupa bahwa kita tidak bisa sampai di keadaan sekarang misalnya, tanpa adanya para aktivis reformasi tahun 1998 yang berjuang melawan rezim otoritarian Orde Baru, yang mengekang banyak aspek kebebasan dan hak warga negara pada saat itu, serta perjuangan kemerdekaan dan kebebasan pada masa-masa sebelumnya.
Selain itu, kita juga tidak boleh melupakan mengenai dampak dari gagasan kebebasan individu di ranah ekonomi terhadap kehidupan kita sekarang. Kita bisa mendapatkan banyak sekali manfaat dari perkembangan teknologi dan inovasi yang diinisiasi dan dilakukan oleh para pengusaha dan inovator, di mana hal tersebut tentu akan sangat sulit dilakukan bila semua hal didikte, dibatasi, dilarang, dikriminalisasi, diatur, dan dikuasai oleh negara.
Sebagai penutup, Adinda juga memaparkan bahwa kita sangat penting untuk belajar dari hal yang terjadi di masa lalu, dan jangan sampai lengah. Kebebasan yang relatif bisa kita nikmati sekarang merupakan hal yang harus tetap kita perjuangkan karena bila tidak, bukan berarti sejarah di masa lalu akan terulang. Untuk itu, membela gagasan kebebasan adalah hal yang sangat penting.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.