Setiap orang yang aktif mengikuti perkembangan di media sosial, pasti tak akan asing dengan istilah-istilah yang sering digunakan warganet seperti, “baper”, ‘CMIIW’,” japri”, “kuyy”,” galau”, “wkwkwk”, ‘LOL’,” sotoy”, “bapuk”, dan lain sebagainya. Jelas penggunaan istilah-istilah tersebut membuat orang yang tidak mengikuti perkembangan media sosial jadi sakit kepala karena bingung memahaminya, tetapi lama kelamaan toh orang jadi terbiasa juga, bahkan ikut menggunakannya.
Bahasa di media sosial barangkali bisa disebut sebagai bahasa prokem atau bahasa gaul, yaitu bahasa non-standar yang digunakan individu dalam berkomunikasi sehari-hari. Bahasa gaul digunakan ketika seseorang ingin mengekspresikan sebuah kesan, namun ia tak bisa menemukan padanan katanya, akhirnya lahirlah istilah-istilah gaul tersebut.
Jika kita perhatikan perkembangan istilah-istilah atau kata yang diciptakan oleh masyarakat belakangan ini, jelas yang paling berkembang istilah atau ungkapan untuk memaki. Hampir setiap tahun ada saja ungkapan dan istilah baru dalam maki-memaki, seperti kata “cebong”, ”kampret”, dan “kadrun” sebagai salah satu makian politik untuk menjatuhkan atau mengejek orang-orang yang bersebrangan dalam haluan berpolitik.
Ernest Cassirer berkata bahwa, keunikan manusia bukan dari kekuatan berfikirnya, tapi dari kemampuan dalam berbahasa. Kehebatan dalam menyusun tiap atom-atom kata menjadi suatu bahasa yang kompleks sehingga dapat digunakan untuk menjalin komunikasi dengan sesama adalah kelebihan manusia dari makhluk hidup lainnya (Cassirer, 1992).
Setiap bahasa berkembang sesuai dengan kecenderungan pola budaya masyarakatnya. Bahasa Yunani dan Inggris berkembang di antara masyarakat dagang dan budaya perniagaan, sehingga bahasanya menjadi populer dan tidak terlalu rumit untuk dipelajari, sama seperti bahasa Melayu.
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa juga erat kaitannya dengan peradaban manusia. Sebab, dari komunitas manusia yang terikat oleh bahasa, terciptalah bangsa-bangsa yang membangun sebuah peradaban. Peradaban, budaya dan bahasa saling terkait dan saling mengikat. Semakin tumbuh berkembang suatu peradaban semakin berkembang pula bahasa masyarakatnya.
Sebagaimana suatu peradaban, bahasa tidaklah statis, tapi secara dinamis terus berubah dan melahirkan istilah atau ungkapan baru. Dan sebaliknya pula, perkembangan bahasa yang dicirikan dengan pengembangan istilah, kosakata, dan ungkapan, juga menunjukkan perkembangan suatu peradaban.
Contohnya bangsa Inggris, negara industri dan dikategorikan sebagai negara maju, tahun 2014 telah memasukkan 600.000 lema (kosakata) kedalam kamusnya, sedangkan bangsa Indonesia dalam kamus besarnya, tahun 2016 (edisi ke-5), baru memiliki 120.000 lema, jauh sekali perbedaannya (Kusno, 2014).
Bahasa Persia dan Arab sangat terkenal indah dan puitis, karena masyarakatnya sering menggunakan bahasa metafora dan sastrawi dalam bercakap-cakap. Bahasa Jerman dan Prancis konon sulit dipelajari karena dari Prancis dan Jerman muncul banyak filsuf dan pemikir dunia. Mereka membuat bahasa negara mereka berkembang sedemikian rumit (sama rumitnya dengan istilah-istilah filsafat).
Di Indonesia, bahasa yang paling berkembang cepat dan berevolusi dewasa ini adalah bahasa makian. Masyarakat kita sangat kreatif dan inovatif dalam menciptakan kata makian baru (dan lucunya cepat populer). Hal ini sangat disayangkan sebab yang berkembang cepat dalam nomenklatur perbahasaan kita adalah kosakata dan ungkapan untuk memaki.
Kesimpulannya, orang hidup dalam kultur kebencian dan konfrontasi dengan orang lain, alih-alih menumbuhkan citra gotong royong. Setiap momen dan peristiwa selalu dipandang dari sisi negatif, sehingga lahir istilah “nyinyir” dan “nyablak” untuk orang yang selalu berkomentar negatif. Berkembangnya kosakata dalam memaki di tengah masyarakat, menunjukkan kecenderungan negatif dimana kita sedang membangun sebuah budaya permusuhan dan membuat ekosistem hidup penuh kebencian.
Referensi
Cassirer, Ernst. 1992. An Essay on Man: An Introduction to a Philosophy of Human Culture. London: Yale University Press.
Kusno, Gustaaf. 2014. Gara-Gara Alat Vital dan Kancing Gigi: Bunga Rampai Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com