Istilah “kepo” adalah kata yang menjadi populer beberapa tahun yang lalu. Kata ini kerap digunakan untuk menyebut “hobi” sebagian orang yang suka ikut campur dengan urusan pribadi orang lain, atau bertanya persoalan pribadi seseorang tanpa malu dan rasa risih. Belakangan ini, kata tersebut akhirnya masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (KBBI Online).
Walaupun awalnya kata ini berasal dari bahasa yang digunakan oleh anak-anak alay yang dinamakan bahasa gaul, namun kata ini bisa dikatakan telah ‘menyelamatkan’ bahasa Indonesia. Sebab, dalam kamus bahasa Indonesia edisi cetak (baik edisi IV atau V), belum ada istilah untuk orang yang terlampau penasaran dan ikut campur terhadap urusan pribadi orang lain.
Lalu apa arti “kepo” itu sendiri? Ada yang berkata bahwa kata ini adalah akronim bahasa Inggris, Knowing Every Particular Object (tahu sesuatu sampai hal-hal terkecil). Namun, menurut saya ini hanya sarkas saja. Bukti-bukti terkuat, kata “kepo” diambil dari bahasa Mandarin Hokkien yang digunakan oleh etnis Tionghoa di Indonesia (Kusno, 2014).
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa, bahasa Hokkien atau Hokkian telah berjasa dalam memperkaya dan memperkokoh bahasa Indonesia. Kita juga mengenal istilah seperti kemocheng, mangkok, gincu, hoki, ciamik, kepang, kongsi, kuli, beca, gua, elu, cawan, kongkow, dan lain sebagainya. Istilah tersebut diambil dari bahasa Mandarin Hokkian yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia.
*****
Bulan Oktober kerap disebut sebagai hari kelahiran bahasa Indonesia melalui peristiwa Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 1928. Namun, istilah “lahir” nampaknya kurang tepat digunakan. Sebab, pada faktanya, bahasa Indonesia tidak pernah “lahir”. Apa yang disebut bahasa Indonesia adalah kelanjutan dari evolusi bahasa Melayu, yakni bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi perdagangan antar pulau-pulau di Nusantara.
Bahasa Indonesia tidak lahir di ruang hampa. Bahasa kita merupakan hasil dari interaksi dengan puluhan bahkan ratusan bahasa. Minimal, kita mengetahui bahwa di dalam bahasa Indonesia, terdapat istilah-istilah serapan dari bahasa Sanskrit, Hokkian, Arab, Persia, Portugis, Belanda, Inggris, serta bahasa daerah lainnya (Kompas.com, 26/01/2020).
Misalnya, kosakata dalam bahasa Belanda yang diserap oleh bahasa Indonesia, seperti rumah kos (in de kost), antik (antiek), anyelir (anjelier), apotek (apotheek), bioskop (bioscoop), kuitansi (kwitantie), besuk (bezuk), kulkas (koelkast), handuk (handdoek), bengkel (winkel), dan sebagainya. Bahasa Indonesia banyak menyerap banyak kosakata dari bahasa Belanda. Selain karena Belanda pernah menjadikan Indonesia sebagai koloninya, bahasa Belanda juga berjasa untuk menyebut benda-benda dan istilah modern, khususnya istilah-istilah dalam dunia politik dan teknologi (Kusno, 2014).
Sementara, kosakata yang diserap dari bahasa Persia dan Arab adalah anggur (Persia), nahkoda (Persia), Jumat (Arab), kursi (Arab), baju (Persia), bandar (Persia), hikmah (Arab), khasiat (Arab), berkah (Arab), pasar (bazar, Persia), firman (Persia), serta domba (Persia). Sedangkan, kosakata Indonesia yang diambil dari bahasa Portugis, adalah arena, armada, tempo, padri, tinta, bangku (banco), sepatu (sapato), serdadu (soldado), garpu (garfo), dan lain sebagainya (Kusno, 2014).
Hal ini menandakan bahwa, bahasa Indonesia adalah akumulasi dari berbagai bahasa di dunia. Walaupun sifat dari bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, sebagaimana yang tertera dalam Deklarasi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, namun faktanya, bahasa Indonesia adalah sebuah bahasa yang bersifat plural dan terbuka. Ia mendapat pengaruh dari berbagai bahasa asing maupun bahasa-bahasa daerah.
*****
Manusia mempunyai ciri khas unik yang tidak dimiliki oleh hewan lainnya, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi melalui bahasa. Ernest Cassirer menulis bahwa, keunikan manusia bukan dari kekuatan berfikirnya, tapi dari kemampuan dalam berbahasa. Kehebatan dalam menyusun tiap atom-atom kata menjadi suatu bahasa yang kompleks sehingga dapat digunakan untuk menjalin komunikasi dengan sesama, adalah kelebihan manusia dari makhluk hidup lainnya (Cassirer, 1992).
Dalam bahasa, tidak ada yang benar-benar orisinal. Bahasa berjalan secara dinamis dan terus berkembang. Ia selalu menyerap kosakata bahasa asing dan kemudian digunakan sebagai percakapan sehari-hari. Tidak ada juga istilah bahasa pribumi dan non-pribumi, sebab bahasa memiliki keterkaitan dan merupakan produk evolusi kebudayaan manusia sejak Nabi Adam lahir ke dunia.
Menjunjung bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa adalah sangat penting. Namun, tidak kalah pentingnya juga bila kita mempelajari sejarah bahasa kita sendiri. Bahasa Indonesia tidak lahir dari ruang hampa, melainkan hasil evolusi kebudayaan manusia Nusantara. Bahasa juga erat kaitannya dengan peradaban manusia. Sebab, dari komunitas manusia yang terikat oleh bahasa, terciptalah bangsa-bangsa yang membangun sebuah peradaban.
Dalam hal ini, penulis ingin mengatakan bahwa, bahasa tidak mengenal rasisme atau xenophobia. Tidak ada di dunia ini bahasa yang benar-benar otentik dan asli tanpa ada pengaruh dari bahasa bangsa lainnya. Ya, bahasa menerima perbedaan dengan mengadopsinya atau diserap. Tanpa adanya bahasa Hokkian yang digunakan oleh etnis Tionghoa Indonesia misalnya, mungkin bahasa Indonesia akan kekurangan ratusan kosakata.
Seperti kata “kepo” di atas, berkat bahasa Hokkian, bahasa Indonesia berhasil membakukan istilah penting dalam pergaulan sosial. Selain itu, bahasa etnis Tionghoa juga berjasa memberi nama pada benda-benda yang penting, seperti mangkok, guci, pisau, kemoceng, dan anting. Tanpa menyerap bahasa Hokkian, apa kita bisa menyebut nama benda-benda diatas yang notabene sangat penting dalam keseharian kita.
Dari segi bahasa, etnis Tionghoa sudah memberikan peran besar dalam penyempurnaan bahasa Indonesia. Jika saat ini banyak propaganda-propaganda hitam yang bertanya apa jasa dari asing dan aseng terhadap Indonesia. jelas bangsa asing dan aseng itu memberi kontribusi besar terhadap bahasa Indonesia.
Apa Anda bisa mencari pandanan kata lain untuk menggantikan kata komputer, pisau, buku, atau wifi, dan mesin, dalam bahasa lndonesia? Jelas tidak. Kosakata bangsa “asing” dan “aseng” telah membantu kita dalam pergaulan sehari-hari. Melalui sejarah, perkembangan bahasa kita dapat memahami bahwa bangsa Indonesia berutang budi terhadap bangsa asing, seperti Belanda, Inggris, dan China.
Jadi, sangat tidak logis jika sebagian masyarakat mengobarkan semangat nasionalis sebagai dalih untuk memusuhi etnis Tionghoa yang dianggap bangsa asing. Padahal, bahasa nasional yang menjadi kebanggaan mereka juga berhutang budi pada etnis Tionghoa yang turut memberi kontribusi dalam melengkapi kosakata bahasa Indonesia.
Referensi
Buku
Kusno, Gustaaf. 2014. Gara-Gara Alat Vital dan Kancing Gigi: Bunga Rampai Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Cassirer, Ernst. 1992. An Essay on Man: An Introduction to a Philosophy of Human Culture. London: Yale University Press.
Internet
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kepo diakses pada 5 Oktober 2020, pukul 17.38 WIB.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/26/070000769/siapa-penemu-bahasa-indonesia-?page=4 diakses pada 6 Oktober 2020, pukul 19.00 WIB.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com