
Memiliki keluarga bahagia adalah impian bagi semua orang. Keluarga bukan sekedar sekelompok kecil dari komunitas masyarakat, ia adalah sumber kehangatan dan tempat terbaik untuk pulang. Menciptakan keluarga yang hangat dan saling pengertian antara individu adalah sebuah impian yang ideal.
Belakangan saya melihat berita di televisi atau di media sosial tentang kekerasan dalam rumah tangga yang kian marak bahkan hingga menyebabkan anak anak menjadi korbannya. Begitu pula dengan maraknya perselingkuhan yang membuat netizen gemas dan tak tahan untuk merangkai kata-kata kasar di kolom komentar.
Apa yang menyebabkan ini terjadi? Banyak netizen berpendapat bahwa kacaunya keluarga dikarenakan paradigma barat atau liberal ke Indonesia. Entah, mereka dapat dari mana pendapat seperti itu, namun tak sedikit orang mengira bahwa orang-orang di Barat dengan ideologi liberalnya merusak institusi keluarga. Mengacaukan sendi-sendi kesakralan cinta dengan melegalkan seks bebas dan segala macamnya.
Saya pikir pandangan ini tidak tepat (kalau boleh disebut sesat). Alih-alih menganggap liberalisme atau libertarian merusak institusi keluarga, filsafat libertarian justru ingin menciptakan sebuah keluarga ideal. Konstruksi pernikahan yang dibangun berdasarkan cinta dan pendidikan anak berbasis tanggung jawab dan penghormatan pada kebebasan orang lain.
Hubungan yang Sehat
–Untuk mengatakan ‘Aku mencintaimu,’ pertama-tama seseorang harus tahu bagaimana mengatakan ‘Aku’-
Ayn Rand
Saya memulakan argumentasi ini dari ucapan filsuf besar abad 20, Ayn Rand. Ia mengatakan, sebelum kita mengutarakan ‘aku cinta padamu’, maka kita harus tahu mengenai ‘aku’ (Bisell, 2011).
Bingung? Sebenarnya simpel saja jika kita memahami prinsip dasar libertarianisme. Fondasi awal libertarianisme adalah individu. Dengan demikian, Sebelum kita mencintai orang lain, maka kita harus melihat diri sendiri.
Simpelnya, Ayn Rand berpandangan bahwa tanpa kita mengenal konsep penghormatan terhadap individu, kesadaran hak dan kewajiban diri sendiri, maka jangan sekali-kali kita mencoba menjalin hubungan dengan orang lain. Pemahaman untuk menghormati individu, termasuk diri pribadi dan orang lain adalah hal yang penting.
Seseorang berkata bahwa ‘cinta itu buta’ dan ‘cinta adalah pengorbanan tanpa syarat ‘, semua itu bullshit! Omong kosong. Ketika dia mencintai dan menjalin hubungan, timbul rasa egoisme diri yaitu: “dia milikku”. Muncul asumsi bahwa pasangan kita adalah milik kita.
Inilah yang berbahaya. Jika hubungan dibangun dengan landasan ‘dia milikku’, maka akan timbul arogansi dalam percintaan.
Percaya atau tidak banyak orang di luar sana yang over protective pada pasangannya. menganggap pasangannya sebagai mainan miliknya bahkan peliharaan. Hubungan semacam ini jika kelewat batas malah jadi toxic relationship. Karena dalam suatu hubungan ada satu orang yang mendominasi dan sisanya adalah objek mati semata.
Ayn Rand berkata sebelum kita berusaha untuk mencintai orang lain, maka kenalilah diri, hak dan kewajiban diri. Jika kita tahu mengenai hak individu, maka ketika kita menjalin suatu hubungan, kita saling menghormati dan menghargai hak masing-masing (Bisell, 2011).
Menghargai hak bukanlah egoisme tapi batasan agar dalam percintaan tidak ada satu pihak yang menindas atau berkorban seorang diri. Jika kita mengetahui hal ihwal tubuh kita, maka kita juga sadar bahwa tubuh orang lain juga punya hak yang harus hormati. Hubungan yang ideal adalah hubungan yang objektif dan seimbang. Memberikan timbal balik dan tidak saling menyakiti. Karena itu ketimbang menganggap pasangan sebagai hak milik, libertarian menganjurkan agar pasangan yang merupakan ikatan dua insan yang bermitra dan menghormati haknya
Ketimbang mengatur pasangan, libertarian menganjurkan agar masing-masing pihak saling berkomunikasi untuk menjaga stabilitas hubungan. Begitu pula ketika membina sebuah keluarga. Menjadi diri yang dewasa dan bertanggung jawab adalah syarat mutlak dalam menjalin hubungan.
Menahan ego diri, menghormati hak pasangan dan komunikasi dalam memecahkan berbagai soal adalah hal yang penting. Keluarga adalah organisasi, dan sebuah organisasi yang kompak dan efektif jika tiap individu mengetahui kewajiban dan haknya masing-masing.
***
Sebagian orang ada yang terlampau ingin merasakan pernikahan sehingga mereka memilih secara acak pasangannya. “Yang penting nikah” itu prinsipnya Dan sebagian lagi ada yang memilih menikah muda agar bisa terhindar dari godaan atau hasrat seksual yang berlebihan. Kedua pandangan ini sah-sah saja, tetapi dalam pandangan libertarian atau Ayn Rand khususnya, pandangan seperti ini tidak tepat. Ayn Rand berpendapat bahwa cinta itu sebenarnya adalah tanggapan kita terhadap orang yang kita rasa sangat menyenangkan, terhormat, timbul kagum,dan adanya ketertarikan pada sosok yang kita cintai (Bisell, 2011).
Cinta bukan cek kosong yang diberikan kepada orang yang lewat secara acak, melainkan harus dari pemeriksaan cermat dan persetujuan kita terhadap karakter orang lain. Seorang yang menikah secara asal, seperti menilai sebuah rumah tanpa memeriksa ukuran, kualitas, atau lokasinya. Jika kita terburu nafsu untuk menikah dan memilih untuk memberikan cinta pada seseorang tanpa usaha, ujung-ujungnya kita malah memberikan cinta pada orang yang tak layak dan mengabaikan orang yang sebenarnya berhak untuk dicintai.
Mengapa libertarian meminta agar kita selektif dalam hal percintaan dan pernikahan? Jawabannya karena tiap individu pasti mencari kesenangan pribadi dalam percintaan dan egoisme pribadi akan timbul dalam hubungan, seperti contoh di atas. Libertarian tidak mendorong Anda mencari pasangan yang kaya raya, bergelimang harta atau memiliki mobil Rubicon di garasi rumahnya. Carilah pasangan yang tepat dengan Anda dan merasa Anda selalu nyaman dan mantap jika bersamanya. Pasangan yang bisa menyelesaikan pertengkaran dan berusaha menghormati sebuah hubungan.
***
Anak Bukan Hak Milik
Dalam pandangan konvensional, anak adalah milik orang tuanya. Ketika seseorang belum beranjak dewasa, hak dan kebebasan anak dianggap nihil sehingga orang tua lah yang berhak mengatur dan memilih yang terbaik untuk anak. John Locke dan John Stuart Mill, dua pemikir libertarian ini menantang pandangan konvensional ini (Libertarianism.org).
Anak-anak, dalam pandangan Locke, tidak boleh dianggap sebagai barang bergerak (benda yang dimiliki) melainkan sebagai sosok masa depan yang akan berkembang menuju kepribadian dan memiliki tanggung jawab penuh. Anak-anak dalam pengertian Lock adalah anugerah ilahi, dan karena itu ia menuntut kewajiban moral tertentu dari orang tua.
Tak boleh orang tua mendidik dengan cara menyiksa. Saya menganjurkan agar anak dipersiapkan untuk “kebebasan” dirinya ,yaitu dengan pendidikan mengenai hak, tanggungjawab, dan moralitas agar ia mengenal kebebasan hakiki. Jika ada orang tua yang mendidik secara keras, John Stuart Mill dalam “On Liberty” melihat bahwa lingkungan juga punya peran dalam melindungi seorang anak. Di sini John memberi “pengecualian khusus” pada negara, yang mana negara boleh ikut campur ketika si anak mendapat kekerasan dan kerugian yang dilakukan oleh orang tua atau pihak lain.
Pendidikan anak dalam sebuah keluarga adalah penting. Membangun mentalitas libertarian yaitu membentuk sosok yang dewasa, bertanggung jawab dan mengenal hak dan kewajibannya adalah salah satu poin penting membentuk keluarga ideal. Bermain bebas adalah hal yang utama pada masa kanak-kanak dan ini penting untuk pembelajaran dan perkembangan diri si anak.
Montessori, tokoh pendidikan, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk otonomi diri dan perkembangan sosial si anak, yang mencakup kemampuan untuk membuat harapan dan rencana di masa depan. Orang tua harus mengajari anak untuk membuat pilihan dan melaksanakan apa yang ia sukai, mewujudkan keinginan sendiri, dan terlibat dalam hubungan sosial yang saling menghormati (Montessori, 1997).
Keluarga bahagia adalah tujuan siapapun, karena itu libertarian berusaha memberikan pedoman bagaimana menciptakan keluarga yang benar-benar bagi tumbuh kembang si anak. Dan yang ditekankan di sini, seorang pria atau suami memiliki peran besar. Mungkin suami adalah komandan dalam keluarga, tapi ia bukan tirani yang merasa berhak melakukan segalanya.
Dalam hubungan keluarga, penting jika suami dan istri saling berkomitmen dan berkomunikasi mengenai segala hal. Ada waktu di mana ia harus mengambil keputusan tegas ada waktu di mana ia harus mengalah demi yang terbaik. Menciptakan hubungan yang stabil dan harmonis adalah tujuan yang penting. Menikah bukan sekedar untuk seks atau memiliki anak yang lucu, lebih dari itu.
Karenanya, dalam pernikahan masing-masing anggota keluarga harus bisa mengenal hak dan kewajibannya dalam rumah tangga, sehingga rumah menjadi tempat yang nyaman bagi setiap anggota keluarga, bukan penjara.
Referensi
Bisell, Andrew. 2011 https://www.atlassociety.org/post/love. Diakses pada 10 Maret 2023, pukul 14.31 WIB.
https://www.libertarianism.org/topics/children. Diakses pada 10 Maret 2023, pukul 14.28 WIB.
Montessori, Maria. 1997, The Absorbent Mind. Claude A. Claremont, trans. New York: Holt, Rinehart, & Winston.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com