
Reformasi di Indonesia menjadi saksi perubahan signifikan pada tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Era Reformasi menandakan amandemen Undang–Undang Dasar Negara RI 1945 yang terus-menerus disesuaikan dengan hukum di Indonesia. Salah satu amandemen penting yang dilahirkan adalah Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, dari Pasal 28 A hingga Pasal 28 J. Di dalam bab tersebut, terdapat Pasal 28 F yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Pasal 28 F Undang–Undang Dasar Negara RI 1945 tersebut kemudian mempunyai turunan dalam Undang–Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Narayana, 2020: 1-2).
Dengan pengesahan resmi berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik, paradigma konsep negara demokrasi yang dianut oleh Indonesia pun juga mengalami transformasi dalam pengimplementasiannya. Tidak seperti era Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada Presiden Soekarno atau keterbatasan akses pada era Orde Baru, demokrasi yang berlaku di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 45 kini beralih menjadi jenis Demokrasi Konstitusional. Adapun ciri khas dari Demokrasi Konstitusional adalah gagasan pemerintahan yang demokratis, yakni adanya pembatasan kekuasaan pemerintah dan penegasan tentang adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (Retnowati, 2012: 56).
Prinsip demokrasi yang dianut Indonesia ini juga diiringi oleh beberapa ide dasar untuk menyempurnakan sebuah sistem pemerintahan demokratis, yaitu: Pertama, ide partisipasi yang mengandung pengertian bahwa rakyat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dalam bidang politik dan pemerintahan. Kedua, ide pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat, yang berarti bahwa pemerintah wajib mempertanggungjawabkan semua tindakannya pada rakyat karena wewenang melaksanakannya diberikan oleh rakyat. Ketiga, ide kesamaan yang menandakan semua rakyat (tidak terkecuali) berhak dalam proses pengambilan keputusan dengan jaminan hukum dan pemerintahan (Schwarzmantel, 1994: 12 dan 14).
Namun, baru-baru ini, polemik mengenai transparansi pemerintah dalam proses penyusunan RKUHP kembali menuai kritik. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Indonesia (UI) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah agar membuka akses draf terbaru Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke masyarakat sebelum disahkan dalam rapat paripurna pemerintah bersama DPR RI. Desakan ini dilakukan karena RKUHP yang akan menjadi dasar hukum pidana di Indonesia tentu akan berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat luas, sehingga akses masyarakat untuk mendapatkannya merupakan suatu hal yang krusial (cnnindonesia.com/14/06/2022).
Tidak hanya itu, BEM UI juga menekankan sudah seharusnya dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, Pemerintah dan DPR berkewajiban untuk menjamin transparansi dan menjunjung tinggi partisipasi masyarakat. Terlebih lagi, draf RKUHP yang disebarkan sejak tahun 2019 lalu telah ditolak oleh masyarakat lantaran terdapat berbagai pasal-pasal yang mengandung multitafsir dan sarat akan over-kriminalisasi, seperti penghinaan presiden dan pemerintah, pasal hukum yang hidup di masyarakat, larangan mempertunjukkan alat kontrasepsi, perzinaan, kohabitasi, penggelandangan, aborsi, dan tindak pidana korupsi. Lantas, apa pentingnya keterbukaan informasi dalam partisipasi masyarakat dan perwujudan dari negara demokrasi?
Sebagai langkah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sekaligus mewujudkan bentuk nyata perlindungan hak asasi manusia, maka diperlukan landasan atau instrumen yuridis yang kuat untuk mengatur keterbukaan informasi yang transparan, terbuka, partisipatif dalam seluruh proses pengelolaan sumber daya publik. Mulai dari proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, serta dan evaluasi (dalam bentuk undang-undang, peraturan pelaksanaan maupun kebijakan-kebijakan, dan juga peraturan daerah), serta instrumen yang lainnya, yakni instrumen materiil (sarana prasarana), dan instrumen kepegawaian (sumber daya manusia). Pelaksanaan akan fungsi pemerintahan dilakukan dengan cara mendayagunakan instrumen-instrumen pemerintahan, yang dapat diklasifikasikan menjadi instrumen yuridis, yang meliputi: peraturan perundang-undangan (wet en regeling), peraturan kebijaksanaan (beleidsregel), rencana (het plan), instrumen hukum keperdataan instrumen materiil, instrumen personil atau kepegawaian, dan instrumen keuangan negara (Tjanda, 2008: 24).
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, keterbukaan informasi publik (transparansi) juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Teori partisipasi aktif warga dalam konteks pembangunan menurut Yadav, menuntut aspek-aspek seperti partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan, partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi program, serta partisipasi dalam berbagai manfaat bangunan (Mardikanto, 1994: 317-318). Dalam arti lain, partisipasi aktif ini berarti bahwa rakyat bukan hanya menjadi obyek kebijakan publik atau pembangunan, melainkan turut menjadi subyek sebagai pihak yang menentukan arah kebijakan.
Partisipasi aktif publik ini juga menekankan frase tanpa paksaan, di mana munculnya masyarakat ini ditandai dengan civility, yaitu ketertiban sosial yang terjadi bukan karena paksaan dari the power holder, tetapi karena kebutuhan masyarakat luas. Pengimplementasiannya juga didukung oleh perkembangan teknologi informasi saat ini yang kerap dipandang sebagai struktur mediasi guna mendukung terjalinnya hubungan antara masyarakat dan lembaga negara di media sosial. Selain itu, eksistensi generasi muda dalam platform teknologi ini juga kerap menunjukkan taringnya dalam pembahasan kebijakan publik. Sebut saja BEM UI yang menyampaikan desakan dan kritik terhadap draf RKUHP tersebut melalui Instagram dan Twitter.
Sarana apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media sosial, sama-sama mengandung makna tujuan dalam pendekatan partisipasi. Pendekatan tujuan memandang hubungan kekuasaan dalam sebuah proses yang partisipatif mengarah pada upaya-upaya perubahan dan pemberdayaan dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, harus ada kesamaan hubungan kekuasaan dalam perencanaan maupun pelaksanaan program atau kebijakan pembangunan (Rahim, 2013). Masyarakat sasaran harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung, sehingga mereka tahu apa yang diputuskan dan manfaat yang akan diambil pada saat program diimplementasikan dan selesai dijalankan.
Pengambilan kebijakan publik yang demokratis tidak terlepas dari aspek keterbukaan informasi (transparansi) yang kemudian mendorong partisipasi aktif masyarakat. Selain dampaknya terhadap kehidupan masyarakat luas secara umum, keterbukaan informasi akan mempengaruhi efisiensi sumber daya, khususnya dalam hal ekonomi.
Dari sisi ekonomi, keterbukaan informasi juga memberikan peluang sebagai sarana untuk mempromosikan diri pada masyarakat luas, termasuk negara lain, tentang kinerja, potensi, keunggulan atau keistimewaan yang dimiliki oleh masing-masing (negara atau daerah). Keterbukaan informasi publik dapat menjadi suatu sarana untuk negara atau daerah untuk dapat mempromosikan potensi dan akuntabilitas negara atau daerahnya, sehingga mampu bersaing dalam kancah perdagangan global.
Referensi
Artikel
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220519134251-12-798526/pemerintah-tidak-transparan-bem-ui-desak-buka-akses-rkuhp-ke-publik Diakses pada 13 Juni 2022, pukul 20.35 WIB.
Buku
Mardikanto, T. (1994). Bunga Rampai Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Narayana, G. (2020). Bunga Rampai Satu Dekade Keterbukaan Informasi Publik di Indonesia. Jakarta: Komisi Informasi Pusat.
Schwarzmantel, J. (1994). The State in Contemporary Society: An Introductions. London: Harvester Wheatssheaf.
Tjandra, R. (2008). Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Jurnal
Rahim, E. (2013). Partisipasi dalam Perspektif Kebijakan Publik. Judul Jurnal, Vol. xxxx (1). Diakses pada 14 Juni 2022, pukul 14.25 WIB melalui https://repository.ung.ac.id/hasilriset/show/1/327/partisipasi-dalam-perspektif-kebijakan-publik.html
Retnowati, E. (2012). “Keterbukaan Informasi Publik dan Good Governance (Antara Das Sein dan Das Sollen)”. Jurnal Perspektif, Vol. XVII (1). Diakses pada 14 Juni 2022, pukul 12.30 WIB, melalui https://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201303262718521985/6.pdf

Samuella Christy adalah mahasiswi Ilmu Politik Universitas Indonesia yang aktif menulis mengenai isu-isu politik, sosial, dan budaya. Dapat dihubungi di samuellachristy3005@gmail.com.