Artikel Dasar Libertarianisme kali ini akan membahas mengenai pandangan salah satu filsuf paling berpengaruh sepanjang masa, Aristoteles terhadap kepemilikan pribadi. Suara Kebebasan mengambil pembahasan mengenai hal ini dari artikel “Aristotle’s Arguments for Private Property” yang ditulis oleh Paul Meany di portal Libertarianism.org.*
Ketika kita sedang membicarakan mengenai hak kepemilikan pribadi, mungkin salah satu tokoh yang kerap terlintas di pikiran kita adalah filsuf kenamaan asal Inggris pada abad ke-18, John Locke. Locke memang dikenal sebagai salah satu pemikir yang mencetuskan mengenai pentingnya hak kepemilikan pribadi, sebagai salah satu hak dasar individu yang wajib dilindungi dan tidak boleh dilanggar.
Namun ternyata, dua ribu tahun sebelum Locke lahir, pembahasan mengenai hak kepemilikan pribadi sudah dibahas dalam diskursus filsafat di Yunani Kuno pada masa itu. Dua tokoh yang membahas perihal topik tersebut adalah Plato dan Aristoteles, yang merupakan dua filsuf Yunani yang paling berpengaruh sepanjang masa.
Plato merupakan filsuf yang selalu menekankan pentingnya hidup yang ideal dan sempurna. Dalam bukunya, “Republik”, Plato mendeskripsikan mengenai kota ideal, di mana seluruh institusi dan masyarakat yang hidup di dalamnya bisa berada dalam harmoni sosial.
Untuk mencapai harmoni sosial, Plato berpandangan bahwa hak kepemilikan pribadi harus dilarang. Seluruh perdagangan dan kegiatan ekonomi harus diatur dan diregulasi secara ketat, dengan mengatasnamakan untuk kebaikan bersama. Kekayaan bagi Plato merupakan sesuatu yang tidak bisa diterima. Para sejarawan dan akademisi kerap menyebut kota ideal Plato ini sebagai Proto-Communism (Proto-Komunisme).
Berkebalikan dengan gurunya, Aristoteles memiliki pandangan yang sangat jauh berbeda. Dalam karyanya yang berjudul “Politik”, Aristoteles tidak mengencam atau memiliki pandangan negatif terhadap kepemilikan pribadi. Ia mengakui, agar seseorang bisa hidup dengan baik dan bahagia, maka dibutuhkan kekayaan dalam jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Bila Plato memiliki pandangan bahwa kepemilikan pribadi dapat menjadi katalis untuk perpecahan dan perilaku buruk, Aristoteles memiliki pandangan yang jauh berbeda. Arisoteles berpandangan, meskipun ide mengenai kepemilikan bersama merupakan hal yang terlihat menarik, namun bagi Aristoteles, Plato membuat kesalahan besar ketika ia menghubungkan antara perilaku buruk dan perpecahan dengan kepemilikan pribadi.
Justru sebaliknya, Aristoteles memiliki pandangan bahwa kepemilikan bersama justru akan menimbulkan perpecahan di masyarakat. Hal ini dikarenakan, setiap orang akan memiliki kepentingan, kebutuhan, dan keinginan yang berbeda-beda mengenai bagaimana properti tersebut akan digunakan. Ketidaksetujuan ini tentu dapat menimbulkan perpecahan dan konflik.
Sebaliknya, bila properti dimiliki secara pribadi, maka setiap orang akan dapat dengan bebas menggunakan properti yang dimilikinya sesuai dengan keinginannya. Setiap orang tentu memiliki keinginan dan tujuan yang berbeda-beda, dan upaya untuk menyamakan keinginan dan tujuan yang berbeda-beda tersebut justru yang akan menyebabkan konflik dan perpecahan.
Hal lain yang membuat kepemilikan pribadi lebih baik daripada kepemilikan bersama, tulis Aristoteles, adalah ambiguitas mengenai hasil yang akan didapatkan oleh seorang individu dari kepemilikan bersama tersebut. Bila beberapa orang bekerja untuk suatu projek kolektif tertentu misalnya, dan setiap orang mengeluarkan jumlah usaha yang berbeda-beda dalam menjalankan proyek atau pekerjaan tersebut, apakah lantas semua yang terlibat dalam proyek tersebut layak mendapatkan hasil yang setara atau tidak, dan bagaimana menentukan pembagian yang adil dari pekerjaan kolektif tersebut?
Selain itu, kepemilikan pribadi bagi Aristoteles juga merupakan cara untuk mempromosikan kebaikan atau virtue. Kepemilikan prbadi justru dapat menjadi pendorong seseorang untuk berbuat baik dan menjadi seorang yang dermawan, seperti memberikan sumbangan atau berderma.
Bila seluruh properti dimiliki secara bersama, tentu seseorang akan mustahil dapat berbuat baik dan menjadi seorang yang dermawan. Bagaimana seorang bisa dikatakan seseorang yang dermawan dan gemar berderma, bila harta yang diberikannya tersebut bukanlah harta yang dimilikinya sendiri?
Sejarah sudah membuktian bahwa, pandangan Aristoteles mengenai hak kepemilikan pribadi adalah sesuatu yang tepat. Proyek “proto-komunisme” ala Plato, yang diteruskan oleh berbagai penerusnya seperti Karl Marx dan Lenin ribuan tahun setelahnya, telah terbukti gagal dalam membangun masyarakat ideal yang harmonis. Yang terjadi justru sebaliknya, yakni kesewenang-wenangan penguasa, kemiskinan, penderitaan, dan pembunuhan terhadap jutaan nyawa yang tidak berdosa.
Sebagai penutup, pandangan Aristoteles mengenai hak kepemilikan ini telah diserap dan disintesiskan oleh berbagai pemikir dan filsuf dari berbagai tradisi pemikiran dan filsafat di dunia Barat. Hak kepemilikan pribadi sudah terbukti merupakan fondasi yang paling penting bila kita ingin menciptakan masyarakat yang sejahtera dan bahagia. Tanpa adanya hak kepemilikan pribadi, dan apabila seluruh properti dimiliki secara kolektif bersama-sama, tentu saja tujuan untuk membangun masyarakat yang sejahtera dan penuh dengan kebahagaian akan sangat mustahil untuk dicapai.
*Artikel ini diambil dari artikel yang ditulis oleh Paul Meany yang berjudul “Aristotle’s Arguments for Private Property”. Link artikel: https://www.libertarianism.org/articles/aristotles-arguments-private-property Diakses pada 2 Oktober 2021, pukul 13.15 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.