Artikel Dasar Libertarianisme kali ini akan mengangkat tentang libertarianisme dan egoisme. Suara Kebebasan mengambil pembahasan mengenai hal ini dari artikel “Is Libertarian Selfish?” oleh David S. D’Amanto di Libertarianism.org*, yang berangkat dari pertanyaan apakah libertarianisme merupakan gagasan yang mendukung egoisme dan kerakusan. Berikut artikel yang sudah kami parafrase dan terjemahkan.
Libertarianisme, bagi sebagian kalangan, dianggap sebagai ideologi yang mengadvokasi sikap egois. Ide-ide kebebasan individu yang diadvokasi oleh libertarianisme, dipersepsikan merupakan gagasan yang mendukung seseorang untuk bertindak rakus tanpa memerdulikan sesama.
Di awal artikelnya, D’Amanto menulis bahwa hal ini sangat keliru. Salah satu hal utama yang menjadi prinsip dari libertarianisme adalah kerendahan hati, di mana kita tidak boleh memaksakan nilai-nilai yang kita yakini dan percayai kepada orang lain. Prinsip ini justru merupakan hal yang sangat berkebalikan dan berlawanan dengan keegoisan, di mana kita harus mengakui bahwa setiap individu memiliki martabat dan otonomi untuk mengatur dan membuat pilihan bagi dirinya sendiri, dan kita tidak boleh memperalat orang lain untuk kepentingan kita sendiri.
D’Amanto juga menulis bahwa, sejarah perkembangan gagasan libertarianisme merupakan reaksi perlawanan dari berbagai sikap keegoisan yang ditunjukkan oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Libertarianisme mengakui bahwa setiap manusia, terlepas dari latar belakangnya, seperti warna kulit, jenis kelamin, atau etnisnya, memiliki hak yang setara dan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing.
Sikap egois sendiri merupakan sikap arogan di mana seseorang mengetahui apa yang terbaik bagi orang lain, dan memaksakan pandangannya untuk diikuti oleh orang lain. D’Amanto dalam hal ini mengutip penulis besar asal Irlandia, Oscar Wilde, yang menulis, “Menjalankan hidup sesuai dengan yang kita inginkan bukanlah sikap egois. Sikap egois adalah memaksa seseorang untuk hidup sesuai dengan yang kita inginkan. Sikap ketidakegoisan justru merupakan sikap di mana kita membiarkan setiap orang untuk menjalankan hidupnya masing-masing, dan tidak mengintervensi kehidupan mereka.”
Sikap arogan yang dimiliki oleh seseorang, di mana ia merasa mengetahui apa yang terbaik bagi orang lain, dan memaksakan pandangannya kepada orang lain adalah persoalan yang sangat serius. Tidak jarang, hal tersebut membuat orang tersebut bertindak kekerasan demi memaksakan pandangannya agar diadopsi oleh orang lain, dan libertarianisme sangat menentang sikap tersebut.
Mengasumsikan bahwa libertarianisme adalah gagasan yang egois adalah hal yang sangat keliru dan merupakan pandangan yang lahir dari kemalasan berpikir. Meskipun demikian, D’Amanto menulis bahwa kita sebagai seorang libertarian juga bukan berarti lantas harus menanggapi segala tuduhan tersebut dengan cara-cara yang serupa kepada mereka yang memiliki pandangan yang berbeda dengan libertarianisme.
D’Amanto menulis, mereka yang memiliki pandangan politik yang berbeda dengan libertarianisme, seperti kelompok-kelompok progresif, sosialis, atau sosial demokrat, yang mengadvokasi peran negara yang besar untuk mengatur kehidupan individu, tidak selalu mendukung hal tersebut dengan motivasi dan alasan untuk mengontrol dan mendominasi orang lain. Banyak dari mereka yang memiliki pandangan yang keliru bahwa cara terbaik untuk membantu dan meningkatkan standar hidup mereka yang hidup di dalam kemiskinan adalah dengan menggunakan institusi negara.
Padahal, sejarah sudah menunjukkan hasil yang berlawanan dari pandangan tersebut. Kebijakan intervensi negara yang sangat besar untuk mengatur kehidupan masyarakat selalu berakhir pada kemelaratan dan kemiskinan. Sebaliknya, prinsip-prinsip yang diadvokasi oleh libertarianisme, seperti hak individu, kompetisi yang bebas dan pasar yang terbuka, dan perlindungan terhadap hak kepemilikan terbukti merupakan jalan yang terbaik untuk mencapai kemakmuran, kesejahteraan, dan mengangkat standar hidup miliaran orang di seluruh dunia.
Negara-negara yang menerapkan kebijakan tersebut terbukti telah mampu memberikan kebutuhan dasar warga negaranya, dan memperluas kesempatan ekonomi bagi warganya. Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang bertujuan untuk memperluas peran dan intervensi negara, seperti melalui pembatasan perdagangan, baik perdagangan domestik atau inernasional dan meningkatkan pajak serta regulasi, sebenarnya merupakan kebijakan yang menjadi musuh bagi orang-orang miskin untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
D’Amanto juga menulis bahwa, ketika misalnya libertarianisme mengkritik negara kesejahteraan misalnya, hal ini bukanlah didorong oleh ketidakpedulian terhadap penderitaan orang miskin. Melainkan, kritik tersebut ditujukan dengan dasar bahwa negara kesejahteraan merupakan solusi yang keliru untuk membantu orang miskin, dan seringkali berbagai program-program yang dibuat oleh pemerintah justru tidak membantu orang miskin, dan malah semakin memperburuk keadaan dan kehidupan mereka.
Sebagai penutup, secara fundamental, libertarianisme merupakan gagasan yang menjunjung tinggi otonomi setiap individu untuk menentukan dan memilih jalan hidupnya. Mereka yang memiliki pandangan bahwa libertarianisme adalah gagasan yang mendukung keegoisan sebenarnya tidak mengetahui sejarah perkembangan dan dasar filosofis dari gagasan tersebut.
*Artikel ini diambil dari tulisan David S. D’Amanto yang berjudul “Is Libertarian Selfish?” Link artikel: https://www.libertarianism.org/columns/are-libertarians-selfish Diakses pada 7 Maret 2021, pukul 02.10. WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.