Apakah Libertarian Egois?

566

Artikel Dasar Libertarianisme kali ini akan mengangkat tentang libertarianisme dan egoisme. Suara Kebebasan mengambil pembahasan mengenai hal ini dari artikel “Is Libertarian Selfish?” oleh David S. D’Amanto di Libertarianism.org*, yang berangkat dari pertanyaan apakah libertarianisme merupakan gagasan yang mendukung egoisme dan kerakusan. Berikut artikel yang sudah kami parafrase dan terjemahkan.

Libertarianisme, bagi sebagian kalangan, dianggap sebagai ideologi yang mengadvokasi sikap egois. Ide-ide kebebasan individu yang diadvokasi oleh libertarianisme, dipersepsikan merupakan gagasan yang mendukung seseorang untuk bertindak rakus tanpa memerdulikan sesama.

Di awal artikelnya, D’Amanto menulis bahwa hal ini sangat keliru. Salah satu hal utama yang menjadi prinsip dari libertarianisme adalah kerendahan hati, di mana kita tidak boleh memaksakan nilai-nilai yang kita yakini dan percayai kepada orang lain. Prinsip ini justru merupakan hal yang sangat berkebalikan dan berlawanan dengan keegoisan, di mana kita harus mengakui bahwa setiap individu memiliki martabat dan otonomi untuk mengatur dan membuat pilihan bagi dirinya sendiri, dan kita tidak boleh memperalat orang lain untuk kepentingan kita sendiri.

D’Amanto juga menulis bahwa, sejarah perkembangan gagasan libertarianisme merupakan reaksi perlawanan dari berbagai sikap keegoisan yang ditunjukkan oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Libertarianisme mengakui bahwa setiap manusia, terlepas dari latar belakangnya, seperti warna kulit, jenis kelamin, atau etnisnya, memiliki hak yang setara dan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing.

Sikap egois sendiri merupakan sikap arogan di mana seseorang mengetahui apa yang terbaik bagi orang lain, dan memaksakan pandangannya untuk diikuti oleh orang lain. D’Amanto dalam hal ini mengutip penulis besar asal Irlandia, Oscar Wilde, yang menulis, “Menjalankan hidup sesuai dengan yang kita inginkan bukanlah sikap egois. Sikap egois adalah memaksa seseorang untuk hidup sesuai dengan yang kita inginkan. Sikap ketidakegoisan justru merupakan sikap di mana kita membiarkan setiap orang untuk menjalankan hidupnya masing-masing, dan tidak mengintervensi kehidupan mereka.”

Sikap arogan yang dimiliki oleh seseorang, di mana ia merasa mengetahui apa yang terbaik bagi orang lain, dan memaksakan pandangannya kepada orang lain adalah persoalan yang sangat serius. Tidak jarang, hal tersebut membuat orang tersebut bertindak kekerasan demi memaksakan pandangannya agar diadopsi oleh orang lain, dan libertarianisme sangat menentang sikap tersebut.

Mengasumsikan bahwa libertarianisme adalah gagasan yang egois adalah hal yang sangat keliru dan merupakan pandangan yang lahir dari kemalasan berpikir. Meskipun demikian, D’Amanto menulis bahwa kita sebagai seorang libertarian juga bukan berarti lantas harus menanggapi segala tuduhan tersebut dengan cara-cara yang serupa kepada mereka yang memiliki pandangan yang berbeda dengan libertarianisme.

D’Amanto menulis, mereka yang memiliki pandangan politik yang berbeda dengan libertarianisme, seperti kelompok-kelompok progresif, sosialis, atau sosial demokrat, yang mengadvokasi peran negara yang besar untuk mengatur kehidupan individu, tidak selalu mendukung hal tersebut dengan motivasi dan alasan untuk mengontrol dan mendominasi orang lain. Banyak dari mereka yang memiliki pandangan yang keliru bahwa cara terbaik untuk membantu dan meningkatkan standar hidup mereka yang hidup di dalam kemiskinan adalah dengan menggunakan institusi negara.

Padahal, sejarah sudah menunjukkan hasil yang berlawanan dari pandangan tersebut. Kebijakan intervensi negara yang sangat besar untuk mengatur kehidupan masyarakat selalu berakhir pada kemelaratan dan kemiskinan. Sebaliknya, prinsip-prinsip yang diadvokasi oleh libertarianisme, seperti hak individu, kompetisi yang bebas dan pasar yang terbuka, dan perlindungan terhadap hak kepemilikan terbukti merupakan jalan yang terbaik untuk mencapai kemakmuran, kesejahteraan, dan mengangkat standar hidup miliaran orang di seluruh dunia.

Negara-negara yang menerapkan kebijakan tersebut terbukti telah mampu memberikan kebutuhan dasar warga negaranya, dan memperluas kesempatan ekonomi bagi warganya. Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang bertujuan untuk memperluas peran dan intervensi negara, seperti melalui pembatasan perdagangan, baik perdagangan domestik atau inernasional dan meningkatkan pajak serta regulasi, sebenarnya merupakan kebijakan yang menjadi musuh bagi orang-orang miskin untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

D’Amanto juga menulis bahwa, ketika misalnya libertarianisme mengkritik negara kesejahteraan misalnya, hal ini bukanlah didorong oleh ketidakpedulian terhadap penderitaan orang miskin. Melainkan, kritik tersebut ditujukan dengan dasar bahwa negara kesejahteraan merupakan solusi yang keliru untuk membantu orang miskin, dan seringkali berbagai program-program yang dibuat oleh pemerintah justru tidak membantu orang miskin, dan malah semakin memperburuk keadaan dan kehidupan mereka.

Sebagai penutup, secara fundamental, libertarianisme merupakan gagasan yang menjunjung tinggi otonomi setiap individu untuk menentukan dan memilih jalan hidupnya. Mereka yang memiliki pandangan bahwa libertarianisme adalah gagasan yang mendukung keegoisan sebenarnya tidak mengetahui sejarah perkembangan dan dasar filosofis dari gagasan tersebut.

 

*Artikel ini diambil dari tulisan David S. D’Amanto yang berjudul “Is Libertarian Selfish?” Link artikel: https://www.libertarianism.org/columns/are-libertarians-selfish Diakses pada 7 Maret 2021, pukul 02.10. WIB.