Apakah Kapitalisme Ideologi Rasis?

    490

    Bagi sebagian kalangan, kapitalisme dan rasisme merupakan dua ideologi yang tidak bisa dipisahkan. Kapitalisme dan rasisme dianggap sebagai gagasan kembar yang saling terkait satu sama lain.

    Kapitalisme dan rasisme dilihat sebagai ide-ide yang tidak berbeda, dan mengadvokasi eksploitasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Seseorang tidak bisa dianggap sebagai anti-rasis bila ia pada saat yang sama juga tidak mengadvokasi untuk menghancurkan sistem kapitalisme.

    Mereka yang memiliki pandangan demikian umumnya berada di spektrum kiri dalam spektrum gagasan politik. Salah satu intelektual yang mengadvokasi gagasan tersebut adalah profesor Universitas Boston, Ibram X. Kendi.

    Kendi misalnya, memiliki pandangan bahwa asal usul rasisme tidak bisa dipisahkan dari kapitalisme. Dalam perjalanannya, kapitalisme tidak bisa dipisahkan dari perjalanan gagasan rasisme (nfg,org, 3/9/2019).

    Kendi memberikan contoh mengenai perdagangan budak trans-Atlantik yang dilakukan oleh berbagai bangsa Eropa. Perdagangan budak dianggap sebagai salah satu bagian dari sistem kapitalisme yang paling nyata, yang telah menyebabkan penderitaan dan mengeksplotasi jutaan warga kulit hitam yang menjadi korban dari praktik tersebut. Sementara, para pedangang dan pemilik budak yang berkulit putih menjadi pihak yang mendapatkan manfaat dari eksplotasi tersebut (nfg.org, 3/9/2019).

    Lantas, apakah pandangan ini merupakan sesuatu yang tepat? Apakah kapitalisme dan rasisme merupakan ideologi yang saling terkait dan mustahil dapat dipisahkan satu sama lain?

    *****

    Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kapitalisme. Salah satu akademisi yang membahas mengenai hal tersebut adalah ekonom asal Britania Raya, Eamonn Butler.

    Butler, dalam bukunya yang berjudul “Kapitalisme: Modal, Kepemilikan, dan Pasar yang Menciptkana Kesejahteraan Dunia” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Suara Kebebasan, Butler memberi definisi mengenai kapitalisme. Ia menulis bahwa, kapitalisme adalah “sebuah cara kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk menciptakan atau menggunakan modal untuk memproduksi barang serta jasa yang diinginkan oleh orang lain dengan cara yang seproduktif mungkin” (Butler, 2019).

    Dengan kata lain, kapitalisme merujuk pada sistem ekonomi tertentu, yang berfokus pada penggunaan modal dengan cara-cara yang produktif. Untuk mencapai hal tersebut, Butler juga menulis setidaknya ada tiga prasyarat yang harus hadir, yakni perlindungan terhadap hak kepemilikan, institusi pasar yang bebas, dan pertukaran yang sukarela antara aktor ekonomi (Butler, 2019).

    Tanpa adanya perlindungan hak kepemilikan, maka tentu institusi pasar yang bebas dan pertukaran yang sukarela tidak bisa diberlakukan. Bila perlindungan hak tidak ada misalnya, maka setiap orang bisa dengan bebas merampas harta orang lain. Kegiatan ekonomi tentu tidak akan bisa berjalan tanpa adanya perlindungan hukum, dan bila pelaku tindakan kriminal tidak diberi sanksi pidana.

    Sementara itu, rasisme sendiri memiliki yang jauh berbeda daripada hal tersebut. Rasisme merupakan kepercayaan bahwa ras merupakan hal yang paling menentukan sifat seseorang, dan maka dari itu perbedaan rasial akan menghasilkan superioritas ras tertentu terhadap ras lainnya. Hal ini bisa diwujudkan dalam bentuk program politik yang berdasarkan asumsi rasis tersebut (BBC.com, 10/7/2020).

    Hal ini tentu merupakan pandangan yang sangat bertentangan dan menjadi anti-tesis dari kapitalisme. Perlindungan hak kepemilikan, institusi pasar yang bebas dan pertukaran sukarela, yang merupakan pilar terpenting dari kapitalisme, hanya bisa ditegakkan apabila kita melihat manusia berdasarkan individunya, dan bukan warna kulit atau etnisnya.

    Perlindungan terhadap hak kepemilikan berarti memberikan hak kepada setiap individu untuk menggunakan propertinya sesuai dengan yang ia inginkan, seperti mengelola usahanya sesuai dengan kehendaknya, atau membelanjakan dan menginvestasikan uangnya di tempat apapun sesuai dengan pilihannya. Institusi pasar yang bebas berarti pemerintah tidak terlalu banyak mencampuri dan mengintervensi kegiatan ekonomi, dan transaksi yang bebas berarti setiap individu memiliki hak untuk melakukan jual beli dengan siapapun yang dianggapnya akan membawa manfaat bagi dirinya.

    Kebijakan diskriminatif berdasarkan ras dan warna kulit justru bertentangan keras dengan pilar-pilar tersebut. Kebijakan Apartheid yang mendiskriminasi warga kulit hitam di Afrika Selatan misalnya, melarang warga kulit hitam untuk membuka usaha di wilayah kulit putih, dan memaksakan segregasi rasial di berbagai akomodasi publik, seperti hotel, pantai, dan lain sebagainya (History.com, 26/4/2019).

    Melarang seseorang untuk membuka usaha di wilayah tertentu tentunya merupakan bentuk kebijakan yang sangat bertentangan dengan semangat kapitalisme yang menjunjung tinggi pasar bebas. Kapitalisme justru menghendaki setiap individu untuk dapat membuka usaha, bersaing, dan berinovasi secara bebas, untuk menyediakan produk terbaik yang dapat memberi manfaat bagi publik.

    Selain itu, kebijakan rasis yang dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara, seperti Afrika Selatan pada masa Apartheid, yang memaksakan segregasi di ruang publik, juga sangat bertentangan dengan hak kepemilikan. Hal ini berarti pemilik usaha tidak bisa membuat keputusan dan membuat keputusan di usaha yang dimilikinya.

    Kapitalisme justru mendorong setiap individu untuk bekerja sama dan bertransaksi dengan siapapun yang ia inginkan, terlepas dari warna kulit atau etnis seseorang. Seseorang yang bersikap diskriminatif dan hanya ingin bertransaksi atau melayani etnis tertentu saja niscaya akan dihukum oleh pasar.

    Sebagai contoh, ada pemilik restoran yang memiliki pandangan rasis, yang hanya ingin melayani warga kulit putih saja. Dalam sistem kapitalisme pasar bebas, hal ini justru akan merugikan pemilik restoran itu sendiri, karena pelanggannya hanya terbatas pada etnis tertentu saja. Sementara, warga kulit hitam, yang sebenarnya bisa ia layani, akan berpindah untuk membelanjakan uangnya ke restoran dan rumah makan lain.

    Atau misalnya, ada konsumen yang memiliki pandangan bahwa rasnya adalah ras yang terbaik, dan hanya ingin melakukan transaksi dan berbelanja di tempat-tempat yang dimiliki oleh ras yang sama dengan dirinya. Ia niscaya akan mengalami kerugian karena, bila ada seorang produsen yang berasal dari ras yang berbeda dengan dirinya, yang mampu menyediakan produk tertentu dengan kualitas yang tinggi dan harga yang murah, maka konsumen rasis tersebut akan terpaksa membeli dari penjual yang memiliki ras sama dengan dirinya, dan mendapatkan produk yang berkualitas lebih buruk dengan harga yang lebih tinggi.

    Terkait dengan contoh praktik perbudakan trans-atlantik yang kerap dijadikan contoh oleh sebagian kalangan untuk menjustifikasi bahwa kapitalisme dan rasisme merupakan dua ideologi yang tidak bisa dipisahkan, hal ini adalah pandangan yang jelas sangat mengada-ada. Perbudakan secara esensinya adalah mempekerjakan paksa orang lain dan memperlakukan mereka sebagai properti dan bukan manusia secara utuh. Hal ini tentunya merupakan bentuk pelanggaran yang sangat nyata terhadap transaksi yang bebas dan sukarela, yang merupakan salah satu pilar terpenting dari kapitalisme.

    Selain itu, hal lain yang tidak kalah pentingnya, ketika kita memiliki kebebasan untuk bertransaksi dan berdagang secara bebas dengan pihak manapun yang kita inginkan, terlepas dari latar belakang pihak tersebut, maka akan terjadi interaksi antar budaya, suku, dan bangsa. Kehidupan kita akan semakin kaya, karena kita tidak lagi terikat dalam sekat-sekat kesukuan dan tribalisme, di mana kita dipaksa untuk melakukan kontak dan melakukan jual-beli dengan orang-orang yang memiliki latar belakang yang sama dengan diri kita.

    Sebagai penutup, kapitalisme merupakan gagasan yang sangat bertentangan dan tidak bisa disandingkan dengan rasisme. Pilar yang mendasari kedua gagasan tersebut sangat jauh berbeda, di mana kapitalisme melihat manusia secara individual, menghendaki adanya kebebasan bagi setiap individu untuk menggunakan modal yang ia miliki seproduktif mungkin, untuk berinovasi dan bersaing secara bebas. Sementara, rasisme mendasari gagasannya pada paradigma kolektif dan melihat seseorang hanya berdasarkan warna kulitnya, terlepas dari talenta, kreativitas, hingga martabat yang ia miliki.

     

    Referensi

    Buku

    Butler, Eamonn. 2019. Kapitalisme: Modal, Kepemilikan, dan Pasar yang Menciptakan Kesejahteraan Dunia. Jakarta: Suara Kebebasan.

     

    Referensi

    https://www.bbc.com/news/world-us-canada-52993306 Diakses pada 19 Juni 2021, pukul 22.20 WIB.

    https://www.history.com/news/apartheid-policies-photos-nelson-mandela Diakses pada 19 Juni 2021, pukul 23.15 WIB.

    https://www.nfg.org/news/capitalism-and-racism-conjoined-twins Diakses pada 19 Juni 2021, pukul 19.35 WIB.