Aktualisasi Milenial dalam Aktivisme Siber sebagai Bentuk Reformasi Partisipasi Politik

    226
    Sumber gambar: https://www.libertarianism.org/essays/libertarian-vision-for-digital-expression

    Masyarakat sipil sangat berperan dalam partisipasi reformasi politik di suatu negara, bentuk reformasi yang sering terjadi pada era saat ini adalah demokratisasi. Proses demokratisasi muncul dalam beberapa aspek liberalisasi ekonomi dan kebebasan secara individual (Fakih, 1996). Mengacu dalam beberapa fenomena di Indonesia saat ini, ruang kebebasan berpendapat dalam aspek politik cukup masif dilakukan oleh masyarakat sipil khususnya milenial. Ruang kebebasan tersebut diistilahkan sebagai virtual sphere, yang secara esensi memberikan ruang partisipasi yang sangat luas untuk berpartisipasi dalam suatu fenomena politik (Papacharissi, 2022).

    Secara spesifik, bentuk aktualisasi tersebut terutang dalam beberapa platform media sosial di Indonesia, termasuk melalui seruan hashtag pada kanal media sosial Twitter, di mana milenial sebagai partisipan utama menjadi salah satu basis gerakan sosial secara virtual, yakni melaui cuitan opini, argumentasi dan bentuk clicktivism yang bertendensi memberikan dampak terhadap suatu tindakan politik.

    Secara historis, fenomena gerakan dukungan masyarakat sipil dalam aspek fenomena politik tertuang dalam aktivisme siber 2.0.  Dalam hal ini, konvergensi media telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap ruang demokrasi dan partisipasi politik di dunia virtual. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui internet 1.0, di mana era awal internet populer digunakan masyarakat sipil untuk menunjang mobilitas di bidang komunikasi (Sandoval dan Garcia, 2014). Berdasarkan kajian riset data usia dan gender pengguna media sosial, pengguna media sosial di Indonesia didominasi oleh pengguna internet dalam rentang usia 25-34 tahun, dengan 20.8 persen laki-laki dan 14,2 persen perempuan (Statista 2020). Berdasarkan data tersebut, dapat diasumsikan bahwa generasi milenial mendominasi dalam penggunaan platform media sosial.

    Salah satu tindakan praksis yang cukup untuk mendemonstrasikan bentuk reformasi di pada aspek partisipasi politik ada pada fenomena seruan hashtag #dukungpermendikbud30, di mana hashtag tersebut menjadi bentuk simbolik partisipan oposisi gerakan media pada hashtag #tolakpermendikbud30tahun2022. Namun, artikel ini tidak membahas mengenai fenomena ini dari aspek polarisasi media yang terjadi pada fenomena Permendikbud Nomor  30 Tahun 2021. Sebagai catatan, penulis tertarik untuk melihat fenomena ini dari aspek partisipasi milenial, di mana fenomena ini menunjukkan bahwa milenial dapat memberikan perubahan reformasi dalam suatu agenda politik yang terjadi di Indonesia. Keberhasilan disahkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 merupakan salah satu kontribusi milenial yang ikut berpartisipasi dalam ranah virtual.

    Ideologi Libertarianisme menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan individu. Kebebasan individu tersebut termasuk kebebasan dari beberapa aspek paksaan oleh beberapa aktor politik, lembaga keagamaan, atau beberapa kelompok mayoritas dalam masyarakat (Hotradero, et al., 2020). Jika dikaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 di media sosial Twittter, pihak yang tidak sepakat cenderung memberikan tendensi penolakan terhadap sebuah aturan hukum yang bersifat mengayomi masyarakat. Pihak partisipan yang cenderung memberikan tendensi penolakan adalah berasal dari beberapa partai yang bersifat islami dan beberapa aktor agama memiliki argumen bahwa aturan hukum tersebut memberikan peluang tentang seks bebas.

    Namun, milenial melakukan antithesis terhadap argumen yang telah diberikan oleh pihak yang kontra selaku penolak hukum yang sudah bersifat melindungi masyarakat sipil pada aspek kekerasan seksual dan ranah gender berupa data. Sudah seharusnya elemen masyarakat  mendukung rancangan aturan tentang kekerasan seksual dan secara absolut harus diberlakukan di ranah institusi pendidikan. Langkah yang diambil milenial dan golongan pro Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 menunjukkan bahwa aktivisme siber di media sosial dapat menjadi langkah yang strategis dan demokratis untuk mencapai reformasi politik  karena mobilitas dan aksesibilitas terhadap platform media sosial yang menjadi acuan utama dalam advokasi politik.

    Milenial sebagai bentuk representasi masyarakat sipil yang cukup aktif di era 5.0 menjadi salah satu poros utama dalam melakukan reformasi politik yang terjadi di Indonesia. Melalui kacamata historis, dapat dikatakan bahwa metode gerakan sosial yang dilakukan pada masa reformasi politik pada tahun 1998 juga sudah cukup klasik dan tidak efektif dilakukan pada era saat ini.

    Hal yang menjadi pembeda diantaranya adalah karena kebebasan berpendapat dan aksesbilitias milenial dalam platform yang menjembatani upaya reformasi agenda politik yang terjadi beberapa akhir ini, konsep liberalisme sendiri juga tertuang dalam reformasi digital yang dilakukan milenial saat ini, di mana bentuk segala tekanan terhadap siapapun yang mengancam kebebasan berekspesi dan beropini harus dilawan bersama-sama, termasuk lewat aktivisme siber.

     

    Referensi

    Fakih, M. (Ed.). (1996). Masyarakat Sipil. InsistPress.

    Hotradero, P., et al. (2020).  Libertarianism: The Perspective of Liberty on Power and Prosperity. Jakarta: Suara Kebebasan.

    Papacharissi, Z. (2002). “The virtual sphere: The Internet as a Public Sphere”. New media & society4(1).

    Sandoval-Almazan, R., & Gil-Garcia, J. R. (2014). “Towards Cyberactivism 2.0? Understanding the Use of Social Media and Other Information Technologies for Political Activism and Social Movements”. Government Information Quarterly31(3).

    Statista. 2020. “Pengguna media sosial berdasarkan usia dan gender”. Diakses dari Databooks pada 5 Agustus 2022.