Feminisme, Kesetaraan Gender, dan Kapitalisme di Mata Ayn Rand

    436
    Sumber gambar: https://media.npr.org/assets/img/2011/04/26/ap6201010102-dfcecf07093bf3ace3ae38b88529fbccd802d9ef.jpg

    Isu mengenai penindasan terhadap perempuan dan pasar bebas atau kapitalisme, adalah dua isu yang menarik untuk didiskusikan. Kenapa menarik? Sebab di Indonesia, banyak tokoh aktivis perempuan yang mengaitkan penindasan perempuan  dengan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme (seperti yang banyak dipropagandakan kelompok sosialis) dinilai sebagai sistem penindas yang melanggengkan budaya patriarki untuk mengeruk keuntungan satu pihak, yaitu kaum pria.

    Banyaknya kaum pekerja di abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang mendapat pekerjaan berat dan upah yang rendah memang menjadi sorotan bagi kelompok feminis dan tokoh-tokoh sosialis lainnya seperti Rosa Luxemburg. Anggapan bahwa kapitalisme sebagai penyangga budaya patriarki mungkin sudah dianggap sebagai aksioma (kebenaran yang tak dapat dibantah), namun asumsi-asumsi seperti demikian mendapat tantangan besar oleh filsuf perempuan Amerika, Ayn Rand.

    Ayn Rand adalah salah seorang perempuan yang cukup berpengaruh di Amerika pada dekade 60 hingga 70-an berkat ketenaran novel dan ajarannya mengenai objektivisme. Nama Ayn Rand mungkin kalah populer jika dibanding dengan Emma Goldman atau novelis feminis asal Mesir, El-Sadawi. Namun, pembelaannya terhadap kapitalisme dan kesetaraan bagi penulis merupakan gagasan penting yang masih relevan untuk ditelaah saat ini.

    ****

    Dari USSR ke USA

    Meski terkenal di Amerika Serikat, Rand sebenarnya bukan penduduk asli negara Paman Sam, Ia adalah gadis kelahiran Rusia yang kemudian hijrah ke Amerika. Nama aslinya adalah Alisa Zinovyevna Rosenbaum. Ia lahir pada tahun 1905 dan wafat pada 6 Maret 1982. Masa kecil Rand penuh pergolakan, ketika ia berumur 12 tahun, Partai Komunis Bolsheviks mengambil alih kekuasaan dari tangan Tsar dan Karensky (Branden, 1986).

    Di bawah panji Lenin, seluruh harta dan kepemilikan pribadi di kuasai oleh pemerintah Soviet. Banyak pabrik dan perusahaan swasta diambil alih oleh Partai Komunis dan orang-orang yang tidak mengenal komunisme didikte untuk mengenal gagasan kolektivisme.

    Revolusi yang berjalan di Rusia tersebut telah membuat Rand dan keluarganya terguncang. Ayah Rand yang memiliki perusahaan farmasi kemudian jatuh miskin karena perusahaannya diambil oleh pemerintah komunis. Hingga akhirnya, Rand dan keluarganya hijrah ke Leningrand yang pada saat itu tengah dilanda kelaparan besar-besaran akibat kebijakan pertanian kolektif oleh Lenin (Branden, 1986).

    Hingga akhirnya, Rand berkuliah di Universitas Petrogard mengambil jurusan sejarah yang membuat dirinya semakin terbuka dengan pandangan dunia luar. Ia juga menjadi semakin kritis terhadap Pemerintah Soviet yang memaksakan kehendak negara terhadap individu dengan alasan menciptakan kultur komunis (Burns, 2009).

    Hingga tahun 1926, Rand pergi ke Amerika Serikat untuk mengunjungi kerabatnya di Chicago. Rand ingin melihat bagaimana negara ‘kapitalis’ yang sering dikecam oleh Uni Soviet sebagai negara penindas dan pemeras rakyat.

    Ketika  berjalan di New York City, Rand terkesan dengan cakrawala Manhattan dan kebebasan yang dinikmati oleh warga Amerika. Bayangan negara penindas, negara imperialis, negara jahat yang ditanamkan oleh Politbiro Partai Komunis Uni Soviet sirna tergantikan oleh gambaran kebebasan yang ideal (Burns, 2009).

    Dengan berbekal kemampuannya menulis, Ayn Rand kemudian bekerja sebagai penulis skenario untuk film dan teater. Tidak adanya batasan dan juga sensor atas ide kreatif membuat Rand semakin betah tinggal di Amerika Serikat.

    Meskipun tinggal di negara bebas, propaganda komunis yang tersiar hingga ke pelosok dunia juga mempengaruhi masyarakat Amerika. Untuk mencegah penyebaran komunisme ini, Rand menulis beberapa novel untuk menyindir realitas negara komunis seperti dalam novel The Fountainhead yang menggambarkan ketika totalitarianisme menang di seluruh dunia (Burns, 2009).

    Ia juga menulis novel otobiografi berjudul We the Living yang menjelaskan tentang perjuangan antara hak individu yang diambil paksa oleh negara. Dalam novel ini Rand menulis bahwa Soviet bukanlah sebuah institusi politik, tapi sebagai penjarah yang mengambil hak orang lain.

    Objektivisme dan Kapitalisme

    Gagasan utama yang dikembangkan oleh Ayn Rand adalah mengenai objektivisme. Objektivisme merupakan sebuah gagasan filosofis yang sedikit banyak terpengaruhi pandangan-pandangan kaum liberal klasik. Rand sebelumnya juga pernah bertemu dengan Ludwig Von Mises dan Isabel Paterson dan berdiskusi panjang lebar dengannya (Rand, 1993).

    Inti dari prinsip dasar objektivisme adalah setiap manusia adalah ‘manusia yang heroik’ dan kebahagiaan adalah tujuan moral tertinggi dengan pencapaian produktif sebagai aktivitas yang mulia dan rasionalitas sebagai tolak ukurnya.

    Berbeda dengan paham komunisme yang tengah populer di Amerika dan menyebarkan paham kolektif, Ayn Rand berusaha melawannya dengan gagasan  penghormatan terhadap ego manusia. Penghormatan terhadap ego bukan berarti manusia itu egois (dalam artian negatif), tetapi setiap manusia memiliki keinginan untuk kebahagiaan dirinya yang tak mungkin bisa tercapai jika dirampas kebebasannya untuk memilih (Rand, 1993).

    Bagi Rand, masyarakat adalah sebuah konsep yang abstrak sedangkan individu adalah sebuah eksistensi yang realistis. Setiap orang (tidak menutup kemungkinan) menginginkan yang terbaik untuk dirinya, karena itulah tak ada satu orang pun, termasuk negara, yang bisa mengekang kebebasan individu untuk memilih (secara rasional) apa pilihan terbaiknya.

    Jika kita menilik objektivisme secara mendalam, Rand memasukkan unsur kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Bagi Rand, kesetaraan gender merupakan hal alamiah yang harus dihormati. Semua pria dan wanita pada dasarnya memiliki hak yang sama, dan semua harus bebas untuk hidup sesuai pilihan mereka.

    Menariknya, Rand menolak istilah ‘feminisme’ baginya istilah tersebut adalah pengkotakan antara maskulin dan feminim. Rand tidak ingin membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam konsep kebajikan moral atau nilai-nilai fundamental. Seperti tak ada cara berpakaian dan berucap yang khas membedakan perempuan dan laki-laki, Rand berusaha mendobrak semua ini (Atlassociety.org, 25/01/2011).

    Pada dekade 70an, gerakan feminisme meledak di Amerika dan menuntut diskriminasi laki-laki dan perempuan, dan Rand menyetujui gagasan tersebut. Namun, ketika secara radikal kelompok tersebut mulai membenci setiap yang berbau maskulin dan laki-laki, Rand berseberangan dengan mereka.

    Pasalnya, bagi Rand Alur pemikiran ini memperlakukan pria dan wanita sebagai kelas yang bermusuhan. Objektivisme menolak pemikiran kelompok semacam ini. Rand  berpendapat bahwa setiap individu harus dinilai berdasarkan karakter, tindakan, dan kemampuan, bukan  berdasarkan jenis kelamin orang tersebut (Atlassociety.org, 25/01/2011).

    Selain kritikan Rand terhadap feminisme, Rand juga mengkritik kaum feminis sosialis yang menyerang kapitalisme sebagai sistem yang melanggengkan penindasan dan kesenjangan. Bagi Rand, kapitalisme tidak seperti itu.

    Jika kita mengerti bahwa objektivisme adalah penghormatan terhadap diri, karya, dan juga kesetaran dalam bersosial,  maka Rand mengatakan bahwa kapitalisme laissez faire adalah sistem yang mengakomodir gagasan tersebut dalam ekonomi. Rand berkata (Rand,1967):

    “Kapitalisme adalah sistem sosial yang berdasarkan pengakuan terhadap hak individu, termasuk diantaranya adalah hak kepemilikan”

    Rand tidak membahas kapitalisme dari segi ekonomi, tetapi  melihat bahwa prinsip dan moral kapitalisme sangat sesuai dengan nilai-nilai dalam objektivisme yang menekankan kebebasan sebagai hak alamiah tiap individu.

    Dalam sistem kapitalisme, tiap individu berinteraksi dan bertransaksi dengan kesukarelaan tanpa ada paksaan dari pihak manapun, termasuk oleh negara. Selain itu, prinsip kapitalisme juga mendorong agar orang-orang untuk berkreasi dan menciptakan karya terbaik mereka agar diterima oleh orang lain. Dan orang juga diberi kebebasan untuk membeli sesuatu yang diinginkan oleh hatinya. Ia mengatakan dalam For the New Intellectual (1963), “Kapitalisme menuntut yang terbaik dari setiap orang  dan memberinya imbalan yang sesuai. Ini membuat setiap orang bebas memilih pekerjaan yang disukainya, mengkhususkan diri di dalamnya, memperdagangkan produknya dengan produk orang lain, dan menempuh jalan pencapaian sejauh kemampuan dan ambisinya akan membawanya.”

    Dengan kata lain, Rand tidak setuju dengan anggapan bahwa kapitalisme adalah sistem yang menindas. Lebih dari itu, kapitalisme adalah sistem yang memberi kebebasan bagi tiap orang apapun gender dan jenis kelaminnya untuk berusaha dan bekerja.

    Dibanding dengan moral sosialisme, moral kapitalisme menjunjung tinggi hak individu dan perhormatan terhadap hak orang lain sebagai prinsip final. Sebaliknya, sosialisme justru membenturkan masyarakat dalam kelas-kelas dan mengadaikan hak satu orang demi orang lain.

    “Pembenaran moral kapitalisme adalah hak manusia untuk hidup demi dirinya sendiri, tidak mengorbankan dirinya untuk orang lain atau mengorbankan orang lain untuk dirinya sendiri” (fee.org, 3/2/2022).

    ***

    Ditarik dari penjabaran di atas, Ayn Rand tentu saja sangat menjunjung tinggi kesetaraan gender sebagai sebuah prinsip alamiah yang tidak bisa dilanggar siapapun. Namun, meski ia mendukung prinsip emansipasi perempuan, Rand tidak sepakat dengan gerakan emansipasi yang menamakan dirinya feminis yang sering mendiskreditkan kaum pria.

    Bagi Rand, jika kita ingin menghapus kesenjangan gender, maka pengkotak-kotakan gender dan kebencian pada gender tertentu harus dilenyapkan. Pun, melemparkan tuduhan terhadap kapitalise yang dianggap sebagai pengekang budaya patriarki.

    Rand mendukung kapitalisme karena moral kapitalisme sangat sejalan dengan nilai-nilai kebebasan dan demokrasi, karena kapitalisme tidak membedakan gender, ras, suku. Kapitalisme juga membuka kesempatan seluas-luasnya bagi tiap orang berkreasi dan berinovasi. Kapitalisme membuka peluang agar tiap orang bekerja sesuai minat dan bakatnya.

    Bagi Rand yang selama 20 tahun tinggal di Uni Soviet, pengekangan budaya bukanlah kapitalisme, tetapi paham sosialisme ala Soviet yang membatasi kebebasan dan inovasi manusia lah yang membuat kebebasan hilang, bahkan untuk menyuarakan kritik.

     

    Referensi

    Branden, Barbara. 1986. The Passion of Ayn Rand. New York: Doubleday & Comany.

    Burns, Jennifer. 2009. Goddess of the Market: Ayn Rand and the American Right. London: Oxford University.

    Rand, Ayn. 1963. For the New Intellectual: The Philosophy of Ayn Rand (50th Anniversary Edition). New York: Penguin.

    Rand, Ayn. 1967. Capitalism: The Unknowm Ideal. New York: Signet Book.

    Rand, Ayn. 1993. Atlas Shrugged. New York: Dutton.

    Internet

    https://www-atlassociety-org.translate.goog/post/feminism-and objectivism?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sc Diakses pada 3 Februari 2022, pukul 17.16 WIB.

    https://fee.org/articles/35-of-ayn-rand-s-most-insightful-quotes-on-rights-individualism-and-government/ Diakses 3 Februari 2022, pukul 18.00 WIB.